Showing posts with label hadits. Show all posts
Showing posts with label hadits. Show all posts

Monday, May 14, 2018

HADITS JANGAN MARAH MAKA KAMU MASUK SURGA

PERTANYAAN:
1. Apa asbabul wurud hadits "LA TAGHDOB FALAKAL JANNAH"?
2. Dan bagaimana pemahaman tentang hadist itu?
Rasul shollallohu alaihi wasallam bersabda seperti itu karena ada seorang sahabat yaitu (mungkin) Abu Darda' yang meminta washiyat / petunjuk kepada Rasul tentang amalan yang ringkas namun mencakup segala kebaikan dan bisa memasukkannya ke syurga, maka Rasululloh menjawab : " Janganlan marah, maka bagimu syurga". Hadits ini menunjukkan pemahaman bahwa dalam kemarahan terdapat semua keburukan dan menjaga diri dari kemarahan merupakan kumpulan kebaikan.
Asbabul wurud hadits tersebut : Abid Darda' meminta petunjuk/washiyat kepada Rasulullah SAW, tentang amalan yang dapat membuatnya masuk surga. Rasulullah SAW pun bersabda : Janganlah engkau marah, dan (karena jika engkau mampu menahan amarahmu) maka bagimu surga. Pemahaman tentang hadits itu sesuai redaksi : Rasulullah SAW mewasiyatkan amalan yang bisa membawa seseorang sampai ke pintu surga. "Jangan marah" diartikan sebagai menahan amarah, dan "maka bagimu surga", adalah imbalan yang diberikan oleh Allah kepada orang yang mau menahan amarahnya. Apakah dengan tidak marah bisa masuk surga? Hadits dengan tambahan "walakal jannah" yang diriwayatkan imam thobroni mempunyai dua jalur periwayatan, salah satunya shohih. Dalam konteks hadits tersebut jawabannya "Ya". Orang yang mampu menahan, dan mengendalikan amarahnya sudah pasti dijamin masuk surga sebagai konsekwensi perbuatanya. Lalu apakah dengan itu saja dia masuk surga surga? Jawabanya "tidak". Dia dijamin masuk surga, tapi belum tentu dia masuk surga, tergantung mizanul amalnya dia nanti di yaumil hisab, karena ada perbuatan lain yang mungkin konsekwensinya dia masuk neraka. Wallohu a'lam.

MAKSUD HADITS ORANG YANG SEDANG MENCURI DAN BERZINA BUKANLAH ORANG MUKMIN

penjelasannya silahkan baca kitab syarah nawawi ala muslim (1/319) :

قال أبو هريرة إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لا يزني الزاني حين يزني وهو مؤمن ولا يسرق السارق حين يسرق وهو مؤمن ولا يشرب الخمر حين يشربها وهو مؤمن

Abu Hurairoh berkata bahwa Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : "Tidaklah berzina seorang pezina ketika dia berzina dalam keadaan beriman, tidaklah mencuri seorang pencuri ketika dia mencuri dalam keadaan beriman, dan tidaklah meminum khomer seorang peminum ketika dia meminumnya dalam keadaan beriman". (HR Muslim).

هذا الحديث مما اختلف العلماء في معناه . فالقول الصحيح الذي قاله المحققون أن معناه : لا يفعل هذه المعاصي وهو كامل الإيمان . وهذا من الألفاظ التي تطلق على نفي الشيء ويراد نفي كماله ومختاره كما يقال : لا علم إلا ما نفع ، ولا مال إلا الإبل ، ولا عيش إلا عيش الآخرة . وإنما تأولناه على ما ذكرناه لحديث أبي ذر وغيره من قال لا إله إلا الله دخل الجنة وإن زنى وإن سرق وحديث عبادة بن الصامت الصحيح المشهور أنهم بايعوه - صلى الله عليه وسلم - على أن لا يسرقوا ولا يزنوا ، ولا يعصوا إلى آخره . ثم قال لهم - صلى الله عليه وسلم - فمن وفى منكم فأجره على الله ، ومن فعل شيئا من ذلك فعوقب في الدنيا فهو كفارته ، ومن فعل ولم يعاقب فهو إلى الله تعالى إن شاء عفا عنه ، وإن شاء عذبه

Hadits ini termasuk hadits yang diperselisihkan oleh para ulama tentang maknanya, maka pendapat yang shohih adalah pendapat yang dikatakan oleh para ahli tahqiq bahwa maknanya adalah : tidaklah seseorang melakukan maksiyat-maksiyat ini dalam keadaan sempurna keimanannya, ini termasuk lafadz-lafadz yang dimutlakkan atas peniadaan sesuatu dan yang dimaksud adalah peniadaan kesempurnaannya dan terpilihnya, sebagaimana dikatakan : " tiada ilmu kecuali yg bermanfa'at, tiada harta kecuali onta, tiada kehidupan kecuali kehidupan akhirat". Hanya saja kami ta'wilkan hadits tsb sebagaimana yg kami sebutkan berdasarkan haditsnya abu dzar dan lainnya, yaitu : " barang siapa mengucapkan laa ilaaha illalloh maka masuk syurga walaupun pernah berzina dan mencuri ".

Dan haditsnya ubadah bin as shomit yg shohih dan masyhur bahwa mereka berbaiat kepada Nabi shollallohu alaihi wasallam untuk tidak mencuri dan tidak berzina tidak pula bermaksiyat, sampai akhir hadits. kemudian Rasululloh shollalohu alaihi wasallam berkata kepada mereka : " Barangsiapa di antara kalian menunaikannya maka pahalanya ada pada Allah dan siapa yang melanggar sebagiannya lalu dihukum di dunia, maka hukuman itu sebagai penghapus baginya. barang siapa melanggar dan tidak dihukum maka dia terserah Allah, jika berkehendak Allah mengampuninya, jika berkehendak Allah menyiksanya."

فهذان الحديثان مع نظائرهما في الصحيح مع قول الله عز وجل : إن الله لا يغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء مع إجماع أهل الحق على أن الزاني والسارق والقاتل وغيرهم من أصحاب الكبائر غير الشرك ، لا يكفرون بذلك ، بل هم مؤمنون ناقصو الإيمان . إن تابوا سقطت عقوبتهم ، وإن ماتوا مصرين على الكبائر كانوا في المشيئة . فإن شاء الله تعالى عفا عنهم وأدخلهم الجنة أولا ، وإن شاء عذبهم ، ثم أدخلهم الجنة .

Maka kedua hadits ini dan yg semisalnya dalam hadits2 shohih juga firman Allah azza wajalla : " Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya ". (an nisa' ayat 116).
Juga ijma'nya ahlil haq bahwa pezina, pencuri, pembunuh dan selain mereka dari orang-orang yang melakukan dosa besar selain syirik tidak menjadikan mereka kufur sebab hal itu, tetapi mereka masih dianggap beriman yang keimanannya berkurang. Jika mereka bertaubat maka hukumannya gugur, jika meninggal masih dalam keadaan belum taubat dari dosanya maka mereka dalam kehendak Allah, jika Allah ta'ala berkehendak mengampuni mereka maka Allah amsukkan ke syurga atau tidak, dan jika berkehendak maka Allah menyiksanya kemudian memasukkannya ke dalam syurga. Wallohu a'lam.

HADITS RAHMAT ALLAH ATAS ORANG YANG MELAKSANAKAN SAHUR


1. Di antara orang-orang yang berbahagia dengan shalawat para Malaikat adalah orang yang makan sahur, dan di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah :
·Imam Ibnu Hibban dan Imam ath-Thabrani meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِيْنَ.

‘Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur.
- Kitab Al 'ilal li ibni hatim
- Al mughni

·Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu bersabda:
“اَلسَّحُوْرُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوْهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ, فَإِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِيْنَ.”

‘Makan sahur adalah makanan yang penuh dengan keberkahan, maka janganlah engkau meninggalkannya, walaupun salah seorang di antara kalian hanya meminum seteguk air, karena sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur.’”

2. Benar, sudah termasuk sahur walau hanya meminum seteguk air
- Fadhoil syuhuri romadhon :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الإِسْكَنْدَرَانِيِّ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْجَمَاعَةُ بَرَكَةٌ ، وَالثَّرِيدُ بَرَكَةٌ ، وَالسُّحُورُ بَرَكَةٌ ، تَسَحَّرُوا فَإِنَّهُ يَزِيدُ فِي الْقُوَّةِ ، تَسَحَّرُوا وَلَوْ عَلَى جَرْعٍ مِنْ مَاءٍ ، صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ " .

dari Abi sa'id al-iskandary, ia berkata, telah bersabda Rosulillah SAW : Berjama'ah itu berkah, sahur itu berkah, maka lakukanlah sahur karena ia menambah kekuatan, sahurlah walau dengan seteguk air, rahmat Allah atas orang orang yang melaksanakan sahur. Wallahu a’lam.

baca juga => HADITS TENTANG PELAPAH BASAH YANG BISA MERINGANKAN SIKSA AHLI KUBUR

HADITS TENTANG PELAPAH BASAH YANG BISA MERINGANKAN SIKSA AHLI KUBUR


Hadits yang dimaksud adalah :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ  مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى  اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ  إِنَّهُمَا  لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ  لاَ  يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الآخَرُ  فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً  فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا  يَا  رَسُولَ اللهِ  لِمَ فَعَلْتَ هٰذَا قَالَ  لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا  مَا لَمْ يَيْبَسَا   

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan.  Lalu Beliau bersabda, ”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari  dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing.  Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namiimah.” Kemudian  Beliau mengambil pelepah basah. Beliau belah menjadi dua, lalu Beliau  tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat  bertanya,”Wahai, Rasulullah. Mengapa Rasul melakukan ini?” Beliau  menjawab,”Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum  kering.”

Alasan mengapa jaridah basah memberi manfaat pada dua mayit tersebut selama basah adalah sebagaimana diterangkan Kitab Ihkamul Ahkam Syarah Umdatil Ahkam :

الخامس  : قيل في أمر " الجريدة " التي شقها اثنتين ، فوضعها على القبرين ، وقوله  صلى الله عليه وسلم " لعله يخفف عنهما ما لم ييبسا " إشارة إلى أن النبات  يسبح ما دام رطبا فإذا حصل التسبيح بحضرة الميت حصلت له بركته ، فلهذا اختص  بحالة الرطوبة .

Kelima, diucapkan dalam masalah jaridah/pelepah yang dibelah dua dan ditaruh di atas dua kuburan. Ucapan nabi SAW ”Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum kering”. Ini  merupakan isyarah atau petunjuk bahwa tumbuhan membaca tasbih selama basah, maka tatkala hasil tasbih di hadapan mayit, maka hasil juga barokahnya pada mayit. Karena ini, maka khusus hasil keberkahan bagi mayit pada tumbuhan yang masih basah. Wallahu a’lam .

HADITS TENTANG KEMATIAN MALAIKAT IZROIL SANG PENCABUT NYAWA


Dijelaskan dalam Kitab Al-bidayah Wan-nihayah (19/313) :

عن محمد بن كعب القرظي قال : بلغني أن آخر من يموت من الخلق ملك الموت ،  يقال له : يا ملك الموت ، مت موتا لا تحيا بعده أبدا . قال : فيصرخ عند ذلك  صرخة لو سمعها أهل السماوات والأرض لماتوا فزعا ، ثم يموت ، ثم يقول تعالى  : لمن الملك اليوم لله الواحد القهار

Dari Muhammad bin Ka'b Al Qirodzi berkata : " telah sampai kepadaku bahwa orang yang meninggal paling akhir dari makhluk adalah malaikat maut, dikatakan kepada malaikat maut : " wahai malaikat maut, matilah kamu dengan mati yang tidak akan hidup lagi setelahnya selamanya". Muhammad bin Ka'b berkata : "lalu malaikat maut menjerit dengan jeritan yang jika penduduk langit dan bumi mendengarnya maka mereka meninggal  dunia sebab kaget, kemudian malaikat maut mati , kemudian Alah ta'ala  berfirman :
لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
"Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini? kepunyaan Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. " (QS Al-Mu’min 40: 16). (HR Ibnu Abid Dunya ).

عن  أبي هريرة ، عن النبي صلى الله عليه وسلم نحو هذا الحديث ، وفيه : " يا  ملك ، أنت خلق من خلقي ، خلقتك لما رأيت ، فمت ، ثم لا تحيا أبدا "

Dari Abi hurairoh dari Nabi shollallohu alaihi wasallam sebagaimana hadits tersebut, dan dalam hadisnya Abu Hurairoh terdapat kata : "wahai malaikat maut, engkau adalah bagian dari makhluk-Ku, Ku-ciptakan kamu ketika Aku melihatmu, maka matilah, kemudian malaikat maut tidak hidup selamanya". (HR Al Madini ).

Wallahu a'lam.

HADITS : ROSULULLAH MALU KEPADA SAHABAT UTSMAN RA


Dalam kitab Shohih Muslim disebutkan :
باب من فضائل عثمان بن عفان رضي الله عنه
2401  حدثنا يحيى بن يحيى ويحيى بن أيوب وقتيبة وابن حجر قال يحيى بن يحيى  أخبرنا وقال الآخرون حدثنا إسمعيل يعنون ابن جعفر عن محمد بن أبي حرملة عن  عطاء وسليمان ابني يسار وأبي سلمة بن عبد الرحمن أن عائشة قالت كان رسول  الله صلى الله عليه وسلم مضطجعا في بيتي كاشفا عن فخذيه أو ساقيه فاستأذن  أبو بكر فأذن له وهو على تلك الحال فتحدث ثم استأذن عمر فأذن له وهو كذلك  فتحدث ثم استأذن عثمان فجلس رسول الله صلى الله عليه وسلم وسوى ثيابه قال  محمد ولا أقول ذلك في يوم واحد فدخل فتحدث فلما خرج قالت عائشة دخل أبو بكر  فلم تهتش له ولم تباله ثم دخل عمر فلم تهتش له ولم تباله ثم دخل عثمان  فجلست وسويت ثيابك فقال ألا أستحي من رجل تستحي منه الملائكة

“Suatu ketika Abu Bakar meminta izin untuk menemui Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam – ketika itu beliau sedang berbaring di  tempat tidur Aisyah sambil memakai kain panjang istrinya-. Beliau lalu  mengizinkan Abu Bakar dan beliau tetap dalam keadaan semula. Abu Bakar  lalu mengutarakan keperluannya lalu pergi. Setelah itu datanglah Umar  ibnul Khaththab radliallahu ‘anhu meminta izin dan beliau mengizinkannya  masuk sedang beliau masih dalam kondisi semula. Umar lalu mengutarakan  keperluannya lalu setelah itu ia pun pergi.
Utsman  [ibnu Affan] berkata, “Lalu saya meminta izin, beliau lalu duduk”. Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada Aisyah, “Tutupkanlah bajumu  padaku”. Lalu kuutarakan keperluanku lalu saya pun pergi. Aisyah  lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, tindakanmu terhadap Abu Bakar dan  ‘Umar radliallahu ‘anhuma kok tidak seperti tindakanmu pada Utsman [?]”  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menjawab, “Sesungguhnya  Utsman adalah seorang pria pemalu dan saya khawatir jika dia ku izinkan  dan saya dalam keadaan demikian, dia lalu tidak mengutarakan  keperluannya.” ((tarjim bebas)).

- kitab Syarah nawawi ala muslim :

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَيَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ  وَابْنُ حُجْرٍ قَالَ يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا وَقَالَ  الْآخَرُونَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ يَعْنُونَ ابْنَ جَعْفَرٍ عَنْ  مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي حَرْمَلَةَ عَنْ عَطَاءٍ وَسُلَيْمَانَ ابْنَيْ  يَسَارٍ وَأَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ  كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُضْطَجِعًا فِي  بَيْتِي كَاشِفًا عَنْ فَخِذَيْهِ أَوْ سَاقَيْهِ فَاسْتَأْذَنَ أَبُو  بَكْرٍ فَأَذِنَ لَهُ وَهُوَ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ فَتَحَدَّثَ ثُمَّ  اسْتَأْذَنَ عُمَرُ فَأَذِنَ لَهُ وَهُوَ كَذَلِكَ فَتَحَدَّثَ ثُمَّ  اسْتَأْذَنَ عُثْمَانُ فَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ  وَسَلَّمَ وَسَوَّى ثِيَابَهُ قَالَ مُحَمَّدٌ وَلَا أَقُولُ ذَلِكَ فِي  يَوْمٍ وَاحِدٍ فَدَخَلَ فَتَحَدَّثَ فَلَمَّا خَرَجَ قَالَتْ عَائِشَةُ  دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ ثُمَّ دَخَلَ  عُمَرُ فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ  فَجَلَسْتَ وَسَوَّيْتَ ثِيَابَكَ فَقَالَ أَلَا أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ  تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلَائِكَةُ

Sesungguhnya Aisyah berkata :" Rasululloh shollallohu alaihi wasallam  sedang berbaring di dalam rumahnku dalam keadaan paha atau betisnya terbuka. Lalu  Abu Bakar   meminta izin untuk masuk dan diizinkan masuk sementara  Rasululloh  masih berada dalam keadaan itu , kemudian  bercakap-cakap. Kemudian, Umar  meminta izin untuk masuk. Beliau dizinkan masuk dan  Rasululloh dalam keadaan seperti tadi, lalu bercakap-cakap. Kemudian Utsman meminta izin untuk masuk, Rasululloh shollallohu alaihi wasallam duduk dan membetulkan pakaiannya. Muhammad (rowi hadits) berkata : " aku tidak berkata bahwa hal itu pada hari yang sama."
Lalu Utsman masuk dan bercakap-cakap." Setelah Utsman keluar, Aisyah berkata : “Abu  Bakar masuk dan anda tidak bangun untuknya dan tidak  bimbang tentangnya,  Umar masuk dan anda tidak bangun untuknya dan tidak bimbang tentangnya, kemudian Ustman masuk, anda duduk dan  membetulkan pakaian ”, lalu Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : " Apakah saya tidak malu terhadap seseorang (Utsman), Sedangkan malaikat pun malu padanya ? "

قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( أَلَا أَسْتَحِي مِمَّنْ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلَائِكَةُ ) فِيهِ  فَضِيلَةٌ ظَاهِرَةٌ لِعُثْمَانَ وَجَلَالَتِهِ عِنْدَ الْمَلَائِكَةِ ،  وَأَنَّ الْحَيَاءَ صِفَةٌ جَمِيلَةٌ مِنْ صِفَاتِ الْمَلَائِكَةِ .

Sabda Nabi : " Apakah saya tidak malu terhadap seseorang (Utsman), Sedangkan malaikat pun malu padanya ? " dalam  hadits tersebut terdapat keutamaan Utsman yang nyata dan agungnya Utsman  bagi Malaikat , dan sesungguhnya malu merupakan sifat yang indah, termasuk  bagian dari sifatnya malaikat. Wallohu a'lam.

HADITS RAHASIA DARI MU’ADZ BIN JABAL


Dalam shohih bukhori haditsnya sebagai berikut :

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا مُعْتَمِرٌ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ ذُكِرَ لِي أَنَّ  النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِمُعَاذِ بْنِ  جَبَلٍ مَنْ لَقِيَ اللَّهَ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ  قَالَ أَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ قَالَ لَا إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَّكِلُوا

Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada Mu’adz bin Jabal : “Barangsiapa berjumpa Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, maka dia akan masuk surga. Mu’adz bertanya, “Bolehkan  jika itu aku sampaikan kepada manusia?” Beliau menjawab: “Jangan, karena  aku khawatir mereka akan jadi malas (untuk beramal).”

Penjelasan mengapa hadits tersebut tersebar :
Penyebabnya  adalah Mu'adz saat itu takut dosa sebab menyembunyikan ilmu, dan beliau  juga sudah menyadari bahwa larangan Nabi adalah jika sabda Nabi itu di  sebarkan kepada khalayak umum, jadi jika diberitahukan kepada orang yang  khusus maka tidak menjadi masalah. Dalam hal ini muadz telah mengumpulkan dua hukum yang menguatkan hal ini adalah keumuman larangan Nabi jika diterapkan pada  perorangan tentu saja muadz pun tidak akan di beritahu hal itu, jadi bisa di tarik kesimplan bahwa orang-orang yang semaqom dengan muadz dalam hal  pemahaman tidak dilarang mengetahui hal itu.

Kisahnya ada dalam HR Ahmad namun maqtu' :
ketika Muadz hampir wafat beliau berkata : "masukkanlah orang-orang ", kemudian orang-orang masuk kepada muadz dan beliau berkata : “aku  mendengar Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : "barang  siapa meninggal tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatupun maka Allah  menjadikannya masuk syurga". Aku tidak mengatakan hal ini kepada kalian kecuali ketika akan mati, saksiku atas hal itu adalah Abud darda'.

Kisah serupa juga terjadi pada Abu Ayyub :
Abu ayyub perang di daerah rum kemudian beliau sakit, ketika akan wafat beliau berkata : "jikalau  tidak begini keadaanku, tentunya tidak aku ceritakan kepada kalian sebuah  hadits yang aku dengar dari Rasululloh shollallohu alaihi wasallam, aku  mendengar beliau bersabda : "barang siapa meninggal dan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun maka masuk syurga". Jawaban  ke-isykalan juga bisa di dapat bahwa Muadz mengetahui bahwa larangan Nabi tersebut bukanlah bersifat Haram, dalilnya adalah bahwa Nabi shollallohu  alaihi wasallam memerintahkan kepada Abu Hurairoh untuk menyampaikannya  kepada orang-orang. HR Muslim.
Seolah-olah sabda Nabi kepada Muadz : " aku khawatir mereka akan jadi malas (untuk beramal).” adalah setelah kisah Abu Hurairoh. Jadi  larangan Nabi adalah untuk kemaslahatan bukan untuk larangan keharaman,  oleh karenanya Mu'adz mengkhabarkannya sebab keumuman ayat tentang tabligh.

HADITS JIKA BANI ADAM TIDAK MELAKUKAN DOSA


PERTANYAAN :
matan hadits dalam kitab Riyadhus Sholihiin, BAB istighfar yang artinya : "jika seluruh penduduk satu kaum tidak pernah berbuat dosa, maka Allah akan memusnahkan penduduk tersebut, dan menggantinya dengan penduduk yang bermaksiat kepada Allah kemudian bertaubat...". Bagaimanakah maksud hadits tersebut ? 
JAWABAN :
Dalam kitab Riyadhu al-sholihin Hal 380, hadits no 1871 (beirut-DKI) :

وعنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم والذي نفسي بيده لو لم تذنبوا لذهب الله بكم وجاء بقوم يذنبون فيستغفرون الله تعالى فيغفر لهم رواه مسلم

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu pula, katanya: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya, andaikata engkau semua tidak ada yang melakukan dosa, sesungguhnya Allah akan melenyapkan engkau semua, lalu mendatangkan suatu kaum lain yang melakukan dosa kemudian mereka meminta pengampunan kepada Allah Ta'ala, lalu Allah mengampuni mereka itu." (HR Muslim).

Bahwa tidak ada manusia yang tidak pernah melakukan dosa kepada Allah, dan sebaik baik yang melakukan dosa adalah yang mau bertaubat. Jika manusia tidak melakukan dosa, lalu buat apa Allah punya pengampunan dengan sifatNya At tawwab, al ghofur, al ghoffar. Dalam hadits lain, Nabi bersabda :

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

“Setiap anak Adam banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang banyak berbuat salah adalah orang-orang yang banyak bertaubat”. Wallohu a'lam.

HADITS KELUARGA NABI SAW LAKSANA BAHTERA NABI NUH AS

PERTANYAAN :
apa arti dan maksud hadits ini ? "...Man rakiba fihaa najaa..".

JAWABAN :
Hadits yang dimaksud adalah :

(حديث مرفوع) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْفَرَجِ , نا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ , نا الْحُسَيْنُ بْنُ أَبِي جَعْفَرٍ , قَالَ : نا أَبُو الصَّهْبَاءِ , عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ , عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ : " مَثَلُ أَهْلِ بَيْتِي كَمَثَلِ سَفِينَةِ نُوحٍ , مَنْ رَكِبَ فِيهَا نَجَا , وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ " .

Dari sahabat Ibnu Abbas ra. ia berkata: bahwa Rasul Saw. Bersabda : “ Perumpamaan atau kedudukan Ahlul Bait-ku itu seperti kapalnya Nabi Nuh, barangsiapa yang naik di dalamnya, ia akan selamat, dan barangsiapa yang enggan dan terlambat, ia akan celaka.

Peran keluarga Nabi saw. dalam melestarikan dan menyebarkan ajaran Islam sangat besar. Utamanya pada masa ketika umat Islam sedang dalam keadaan kritis. Tiga pengalaman di masa lalu menunjukkan kontribusi mereka dalam pelestarian agamaini.
1.Pertama, pasca kudeta Mu’awiah, muncul tiga faksi besar di kalangan umat Islam: faksi Umawi, faksi Ali, dan faksi Khawarij. Perebutan kekuasaan yang melelahkan mereda ketika al-Hasan bin Ali menyerahkan klaim kekhalifahannya kepada Mu’awiah.
2.Kedua, pada abad ketiga dan keempat hijriah, ketika kekuasaan keluarga Abbasiah mulai melemah, aksi-aksi kudetaoleh penguasa pinggiran begitu marak. Pemberontakan kaum Zanji berkulit hitam,kelompok Qaramitah dan lainnya telah meminta tumbal ribuan orang Kufah, Basrah,Baghdad dan kota-kota lain di wilayah utara. Kelaparan, pengungsian, kematian,dan perang, sudah tidak dapat lagi dikontrol. Begitu sulitnya memperoleh makanan membuat banyak orang meninggalkan majlis-majlis ilmu, masjid-masjid,perpustakaan-perpustakaan. Sebelum akhirnya pulih pada abad kelima dan keenam hijriah, keluarga nabi saw. menyelamatkan diri menuju Hadhramaut, Yaman.Membawa serta kekayaan mereka untuk berjuang di tempat yang jauh dari pusat kekuasaan.
3.Ketiga, pada abad kesebelas hijriah, ketika bangsa Barat mulai melakukan ekspedisi-ekspedisi ke seluruh dunia, menguasai kerajaan-kerajaan keluarga Muslim, dan di negeri sendiri mereka mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, di sisi lain,kerajaan-kerajaan Muslim mulai melemah dan tidak sanggup mengirim ekspedisi dakwah, keluarga nabi saw. mengambil alih tugas dakwah itu melalui jaringan sufinya. Keluarga ini menyebar dari pusatnya di Hadhramaut, menuju kota-kota disepanjang pantai samudera Hindia. Dari Afrika Timur, India, Aceh, Malaka,Palembang, Banjar, Batavia, Pekalongan, Gresik, Surabaya dan kepulauan timur Nusantara.
Tiga pengalaman pada masa yang berbeda itu menjadi pelajaran penting akan peran kaum sayid dalam melestarikan dan menyebarkan ajaran Islam. Beberapa orang peneliti sering menyebut mereka pedagang yang sambil lalu menyebarkan agamanya. Konversi melalui praktik perdagangan dan kadang-kadang melalui jalur politik, yang tentu saja konotasinya adalah tidak murni melaksanakan perintah agama, merupakan penafsiran yang digunakan untuk menjatuhkan kehormatan keluarga ini. Beberapa oknum keluarga sayid memang melakukan kesalahan. Namun sangat tidak tepat bila harus digeneralisir kepada seluruh praktik keagamaan mereka. Keluarga ini bagaimanapun, seperti keluarga-keluarga Muslim lainnya, memiliki tingkat keberagamaan yang bertingkat-tingkat. Lapisan ulama dalam keluarga inilah yang paling berjasa dalam menjalankan tugas-tugas keagamaan itu. Bukan sekadar para padagangnya.

Berdasarkan paparan di atas, keluarga nabi berjasa besar menjadi sekoci penyelamat spiritualitas masyarakat Muslim. Ia seperti bahtera Nuh yang menyelamatkan kaum beriman. Orang-orang yang percaya akan mengikuti, menaiki, lalu mereka selamat.Orang-orang yang tidak mempercayai akan mengingkari, menjauh dan pada akhirnya tenggelam dalam kehampaan. Guruagung kaum tarekat, al-Habib Luthfi bin Yahya, Hafizhahullah, selalu mengingatkan akan peran penting dan tanggung jawab ini untuk para keluarga Nabi saw. Seraya mengutip sabda baginda Nabi saw., beliau menyatakan, ahli baitika safinati nuh, man rakibaha naja wa man takhallafa ‘anha gharaqa(Keluargaku seperti bahtera Nuh. Siapa saja yang menaiki, akan selamat. Siapayang meninggalkannya akan tenggelam).

Menarik sekali melihat penafsiran Guru Agung tersebut. Bahwa mereka yang mengaku keturunan Nabi saw. harus mawas diri dan sadar akan tanggung jawab dalam menyelamatkan umat. Upaya penyelamatan didasarkan pada penyelamatan kesadaran rohani yang meliputi kesadaran akan Tuhan dan kepercayaan yang dilapisi kecintaan yang tinggi kepada utusan-Nya, Muhammad saw. Artikel ini akan membahas hadis ‘Bahtera Nuh’ tersebut untuk mengetahui keberadaannya dari segi kualitas (tingkat kesahihan) dan pemahamannya. Bagaimanakah kualitas hadis‘ Bahtera Nuh’? Apakah ia benar-benar dari Nabi saw? Apa yang dikehendaki Nabi saw. dengan ‘Bahtera Nuh’? Bagaimana penafsiran para ulama terhadap hadis tersebut? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang penulis jawab dalam tulisan ini. Tulisan ini dibagi dalam empat  bagian;pengantar, takhrij, syarh al-hadis dan penutup.

Takhrij Hadis: ‘Bahtera Nuh’Dicantumkan dalam Kutubul Hadis al-Mu’tabarah 

Hadis ini memiliki sanad lengkap dalam beberapa kitab hadis mu’tabar. Seperti(1) al-Mu’jam al-Kabir, (2) al-Mu’jam al-Ausath dan (3) al-Mu’jamal-Shaghir karya al-Thabarani, (4) al-Mushannaf karya Ibnu AbiSyaibah, (5) Hilyat al-Auliya wa Thabaqat al-Ashfiya karya Abu Nu’aimal-Ashfihani, (6) al-Musnad karya al-Bazzar, (7) al-Mustadrakkarya al-Hakim, (8) al-Musnad karya al-Syihab, (9) Akhbar Makkah karyaal-Fakihi, dan (10) Amtsal al-Hadis karya Abu al-Syaikh al-Ashfihani.

Perawi tingkat sahabatnya terdiri dari empat orang. Yaitu Ali bin Abi Thalib, AbuDzarr al-Ghiffari, Ibnu ‘Abbas dan Abu Sa’id al-Khudri. Empat sahabat besar inidikenal sebagai tokoh sahabat ahlul ilmi wal akhlaq. Ali bin Abi Thalin dikenal sebagai babul ‘ilmi (gerbang pengetahuan). Ibnu ‘Abbas merupakan penafsir ulung generasi sahabat. Abu Dzar dan Abu Sa’id dikenal sebagai periwayat wasiat-wasiat rohani Nabi saw.

Hadis ini diriwayatkan melalui banyak jalur periwayatan sebelum pada akhirnya sampai ke tangan para penyusun kitab hadis pada abad kedua, ketiga dan keempat hijriah. Kita yang mengenal hadis ini, harus berterima kasih kepada para penyusun kitab tersebut atas jasa mereka tersebut. Cara kita berterima kasih dapat dilakukan dengan cara mengkaji hasil temuan mereka.

Al-Haitsami,penyusun kitab Majma’ al-Zawa’id menjelaskan bahwa sebagian sanad hadis tersebut bermasalah karena ditemukan perawi dengan kualitas kurang baik. Dalams anad al-Bazzar dari Abu Dzar terdapat perawi bernama al-Hasan bin Abi Ja’faral-Jufri. Sedangkan dalam sanad al-Thabarani dari sahabat Abu Dzar terdapat nama Abdullah bin Dahir. Kedua perawi ini dinilai matruk oleh ahlihadis. Dengan demikian, dua sanad yang berujung pada Abu Dzar dha’if dengan kualifikasi matruk. Sedangkan riwayat al-Bazzar dan al-Thabarani dariIbnu Abbas, dalam jalur ini terdapat orang yang bernama Al-Hasan bin AbiJa’far, yang berkualitas matruk. Al-Haitsam menyebutkan hadis Bahtera Nuh juga diriwayatkan oleh Abdullah bin al-Zubair. Menurut al-Haitsami, riwayat tersebut terdapat dalam kitab al-Musnad karya al-Bazzar. Dalam sanad ini terdapat perawi bernama Ibnu Lahi’ah yang dikenal layyin (lemah hafalan). Al-Haitsami juga menemukan bahwa hadis bahtera nuh diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri oleh al-Thabarani dalam kitab al-Mu’jam al-Shaghir danal-Mu’jam al-Ausath. Menurutnya, terdapat sejumlah perawi yang tidak dia kenal(majhul).[1]  Matruk merupakan sebutan untuk perawi yang diduga melakukan kebohongan (muttaham bil kadzib). Seseorang dianggap terduga bohong bila, dia meriwayatkan hadis tersebut secara sendiri antanpa disertai dukungan dari jalur lain. Di samping bahwa pengertian yang terkandung dalam hadis dinilai janggal (mukhalif lil qawa’id al-ma’lumah).Atau bisa jadi, seorang perawi diketahui memiliki kebiasaan tidak jujur dalam ucapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sekalipun dia tidak pernah diketahui secara pasti memalsukan hadis. Perawi dengan kriteria semacam itu dalam tradisi ilmu hadis disebut matruk. Sanad yang di dalamnya terdapat perawi matruk maka ia menjadi dha’if. Tingkat dha’if-nya bisa dibilang parah karena matruk merupakan jenis hadis paling dha’if setelah mau’dhu’(palsu).[2]

Namun sebagian ulama menilai kualitas hadis tersebut memenuhi kriteria kesahihan terbaik yang pernah ada dalam sejarah ilmu hadis. Yaitu kriteria Imam Muslim (shahih‘ala syarth muslim). Hal ini seperti dinyatakan Abu Abdillah al-Hakimal-Naisaburi. Kesahihan hadis bahtera Nuh ini diungkapkan al-Hakim setelah mengkaji sanad hadis tersebut yang bersumber dari Abu Dzarr.[3]Sayangnya, Al-Hakim tidak memasukkan riwayat Ali bin Abi Thablib, Ibnu Abbas,Abu Sa’id atau Abdullah bin al-Zubair. Ada dua kemungkinan. Pertama, sanad hadis yang berasal dari keempat tokoh ini tidak valid. Karenanya, beliau tidak memasukkannya ke dalam al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain. Kedua,beliau tidak memiliki sanad tersebut. Sekalipun kemungkinan ini kecil melihat kapasitas beliau, perjalanannya berburu hadis serta jaringan keguruan dan pertemanan yang luas. Kecil kemungkinan beliau tidak mengetahui jalur lain tersebut. Artinya, riwayat Abu Dzar merupakan satu-satunya sanad yang shahih.

Kesimpulanal-Hakim ini ditolak oleh al-Dzahabi. Bahwa dalam sanad dari Abu Dzar terdapat rawi yang bernama Mufaddhal bin Shalih. Kualitas rawi ini wahin alias lemah. Pernyataan al-Dzahabi ini memiliki dasar dalam pernyataan al-Bukhari, al-Tirmidzidan Ibnu Hiban. Al-Bukhari menyebut Mufaddhal bin Shalih dengan munkar al-hadis,al-Tirmidzi memberi gelar laisa bi dzaka al-hafizh (bukan seorang hafiz),dan Ibnu Hibban yarwi al-maqlubat ‘an al-tsiqat hatta yattahimuhu al-qalb (meriwayatkan hadis-hadis maqlub dari perawi-perawi tsiqah hingga dia dituduh sengaja membalik-balik teks hadis).[4]Intinya, sanad yang dikatakan al-Hakim shahih, ternyata mengandung masalah. Masalah atau cacat yang kelihatan setelah sebuah sanad dihukumi shahih disebut dengan ‘illat. Dengan demikian, hadis ini tergolong mu’allalatau ma’lul. Hadis mu’allal termasuk hadis dha’if. Kesimpulan ini seperti diungkapkan oleh al-Suyuthi dalam kitab al-Jami’ al-Shaghir min Hadisal-Basyir al-Nadzir.[5]

Bisa disimpulkan bahwa hadis bahtera Nuh, menurut perspektif ilmu hadis tergolong hadis dha’if.

Syarh al-Hadis: Anjuran Mencintai Keluarga Nabi
Ada sekitar 400 buah hadis yang berbicara tentang keutamaan ahli bait (fadha’ilahli bait al-nabi). Hal ini seperti dikumpulkan oleh al-Muttaqi al-Hindi dalam kitab Kanz al-‘Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al. Melihat begitu banyak riwayat tentang keutamaan ahli bait ini, para ulama memahami bahwa ahli bait merupakan keluarga yang harus dihormati. Artinya, sekalipun sanadnya lemah namun pengertiannya masih bisa diterima. Lebih-lebih, hadis bahtera Nuh initujuan utama (maghza)-nya adalah anjuran mencintai keluarga Nabi. Dengan demikian ia termasuk perbuatan yang mulia (fadha’il a’mal). Pandangan umum ahli hadis menyatakan, hadis daif boleh digunakan dalam fadhai’l a’amal.Di sini, ada beberapa hal yang perlu dibahas menganai hadis bahtera Nuh.
1.Pertama, tentang maksud ahlibait. Siapakah ahli bait dalam hadis ini. Al-Munawi dalam kitab Faidhal-Qadir fi Syarh al-Jami’ al-Shaghir mengatakan ahli bait dalam hadis iniadalah Fatimah, Ali, al-Hasan, al-Husain, dan keturunan keduanya yang ahliagama (ahl al-‘adl wa al-diyanah). Dari sini, al-Munawi menekankan bahwa yang dimaksud ahli bait adalah golongan ulamanya. Bukan keseluruhan orang yang punya hubungan nasab dengan Nabi saw.[6]
2.Kedua, berkaitan dengan metafor bahtera Nuh. Di masa lalu, bahtera Nuh merupakan penyelamat umat manusia dari banjir bandang yang menghancurkan seluruh dunia. Dengan menaiki bahtera tersebut, umat manusia dapat diselamatkan. Berpegang kepada ahli bait seperti menaiki bahtera Nuh. Akan menyelamatkan pelakunya. Ahli bait merupakan wasilah keselamatan untuk umat Islam. Cara berpegang kepada ahli bait, menurutal-Munawi, berarti mencintai mereka, menghormati mereka, mematuhi petunjuk ulama mereka. Sebaliknya, membenci mereka dapat membuat orang kufur nikmat karena berarti melupakan kakek buyut mereka yang telah berjasa mengenalkan Islam dan mendorong agar umatnya mencintai diri dan keluarganya. Kufur nikmat ini bisa berujung pada penelantaran perintah-perintahnya. Dan yang paling mengerikan adalah, orang semacam itu dapat terjerumus ke dalam kezaliman yang berlarut-larut.[7] 

Dalam bagian penutup ini, penulis akan menyuguhkan ringkasan sebagai berikut:
1.Pertama, hadis bahtera Nuh ini diriwayatkan oleh kitab-kitab hadis terkemuka dengan banyak jalur periwayatan. Diantaranya adalah Mu’jam Kabir, Mu’jam Ausath, Mu’jam Shaghir karyaal-Thabarani dan al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain karya al-Hakim.
2.Kedua, kualitas hadis bahtera Nuh ini lemah. al-Hakim yang menilai salah jalur sanad hadis tersebut dari AbuDzar sahih, dibantah oleh al-Dzahabi. Kesimpulan al-Dzahabi ini didukung oleh pernyataan ulama terdahulu seperti al-Bukhari, al-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban. Ulama setelahnya yang mendukung kedhaifan hadis bahtera Nuh adalah al-Suyuthi.
3.Ketiga, sekalipun daif, hadis bahtera Nuh dapat digunakan sebagai dasar amalan sunnah (fadha’il a’mal).Mencintai keluarga Nabi saw. merupakan anjuran agama dan berpahala.
4.Keempat, maksud ahli bait disini adalah para ulama yang memiliki garis keturunan kepada Kanjeng Nabi saw.bukan keseluruhan mereka yang punya nasab kepada beliau. Sekalipun demikian, menghormati mereka sebagai sesama muslim tetap dianjurkan dan merupakan bagian dar ipelaksanaan ajaran agama.
5.Kelima, perjalanan sejarah konflik umat Islam menunjukkan bahwa dalam masa-masa krisis para ulama-habaib telah berhasil menunjukkan posisi mereka sebagai bahtera Nuh yang menyelamatkan ilmu pengetahuan dan ajaran Islam. Namun demikian, sejarah juga mengajarkan mencintai keluarga Nabi saw. perlu dilakukan secara proporsional agar tidak terjebak dalam perilaku berlebihan (ekstrim). Karena, Nabi saw. menyatakan habbib habibaka haunan ma (cintailah kekasihmu dengan tidak berlebihan).

Daftar Riwayat Hadis-Hadis Keluarga Nabi Bahtera Nuh :
[1] Al-Haitsami, Majma’al-Zawa’id, 19/354
[2] Mahmud Thahhan, TaisirMustalah al-Hadis, 74
[3] Al-Hakim, al-Mustadrak‘ala al-Shahihain, 2/343
[4] Al-Dzahabi,Tarikh al-Islam, 4/1215
[5] Al-Suyuthi,al-Jami’ al-Shaghir min Hadis al-Basyir al-Nadzir, 1/208
[6] Al-Munawi,Faidh al-Qadir fi Syarh al-Jami’ al-Shaghir, 2/519, 5/517
[7] Al-Munawi,Faidh al-Qadir fi Syarh al-Jami’ al-Shaghir, 2/519, 5/517

Sumber : Keluarga Nabi, Bahtera Keselamatan (Anjuran Mencintai Ahli Bait dalam Hadis Nabi.)
Wallohu a'lam.

HADITS PERAYAAN HARI RAYA NAIRUZ


PERTANYAAN :
Bagaimana penjelasan tentang hadits yang berbicara tentang nairuz ?

JAWABAN :
Nairuz dan Mikhrojan adalah perayaan kaum kafir jahiliyah.
1. Nairuz (النيروز) = perayaan datangnya tanggal satu tahun masehi penanggalan persia.
2. Mihrajan (المهرجان) = perayaan musim semi bangsa persia.

Rasulu-Allah dengan tegas melarang perayaan kedua hari raya tersebut. :
بلوغ المرام من أدلة الأحكام/108
(حديث مرفوع) قَرَأْتُ عَلَى أَبِي الْحَسَنِ عَلِيِّ بْنِ أَحْمَدَ الْإِمَامِ ، عَنْ أَبِي عَلِيٍّ الْحَسَنِ بْنِ حَفْصٍ الْبَهْرَانِيِّ ، أنبا أَبُو الْعَبَّاسِ أَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ الْحَافِظُ الشِّيرَازِيُّ بِهَا ، أنبا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ ، ثنا أَبُو دَاوُدَ سُلَيْمَانُ بْنُ الْأَشْعَثِ ، ثنا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ ، ثنا حَمَّادٌ ، عَنْ حُمَيْدٍ ، عَنْ أَنَسٍ , رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا ، فَقَالَ : " مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ ؟ " قَالُوا : كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ أَبْدَلَكُمْ يَوْمَيْنِ خَيْرًا مِنْهُمَا : يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ

Dari Anas dia berkata; “Rasulullah saw datang (berhijrah) ke Madinah, sedangkan mereka (penduduknya) memiliki dua hari khusus yang mereka bermain-main padanya. Maka beliau bersabda: “Apakah maksud dari dua hari ini?” mereka menjawab; “Kami biasa mengadakan permainan pada dua hari tersebut semasa masih Jahiliyah.” Maka Rasulullah saw bersabda; “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari itu dengan (hari) yang lebih baik daripadanya, yaitu hari (raya) Iedul Adha dan Iedul Fithri.”

السنن الكبرى للبيهقي 9/234
(حديث موقوف) وَأَخْبَرَنَا وَأَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ ، ثنا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ ، ثنا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ عَفَّانَ ، ثنا أَبُو أُسَامَةَ ، ثنا عَوْفٌ ، عَنْ أَبِي الْمُغِيرَةِ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرو ، قَالَ : " مَنْ بَنَى فِي بِلادِ الأَعَاجِمِ ، وَصَنَعَ نَيْرُوزَهُمْ وَمِهْرَجَانَهُمْ وَتَشَبَّهَ بِهِمْ ، حَتَّى يَمُوتَ ، وَهُوَ كَذَلِكَ حُشِرَ مَعَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ " ، وَهَكَذَا رَوَاهُ يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ ، وَابْنُ عَدِيٍّ ، وَغُنْدَرٌ ، وَعَبْدُ الْوَهَّابِ ، عَنْ عَوْفٍ ، عَنْ أَبِي الْمُغِيرَةِ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو مِنْ قَوْلِهِ .

Barangsiapa yang membangun negeri-negeri kaum ‘ajam, meramaikan hari raya Nairuuz dan Mihrajaan milik mereka (yaitu perayaan tahun baru mereka, -pent), serta meniru-niru mereka hingga ia mati dalam keadaan seperti itu, ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

Dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Sungguh, kalian akan mengikuti sunnah orang-orang sebelum kalian, sehasta demi sehasta, sejengkal demi sejengkal, hingga jika mereka masuk lubang biawak, niscaya kalian akan mengikuti mereka.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, (apakah mereka) Yahudi dan Nasharaa?” Nabi bersabda, “Siapa lagi (kalau bukan mereka)?”. [Shahiih Al-Bukhaariy no. 7320].
Wallohu a'lam

HADITS FITNAH KEJI TERHADAP NABI MUHAMMAD SAW


dari umat non muslim yang mengatakan nabi suka menggauli kambing, mereka membawakan teks hadis bukhori versi bahasa inggris ("narared aisha magic was workedon alloh's apostle so that he usedto think ne having sex with his wifes howoverin fact he was actually having sex with his goat"). Diceritakan oleh aisyah ketika rosul sedang di pengaruhi mistik beliau sering mengira sedang menggauli istrinya padahal beliau sedang menggauli kambing. (HR.bukhori 7/71/660).
JAWABAN :
Saya dahulukan dulu kesimpulannya sebagai berikut :
1. Penuduh telah memalsukan Hadits Bukhari dalam terjemahan Inggrisnya, mengedit isinya untuk menfitnah Nabi Muhammad Saw.
2. Hadits yang dikutip penuduh sama sekali tidak terdapat dalam Kitab Hadits manapun apalagi kitab bukhari.
3. Hadits shahih Bukhari menegaskan bahwa ketika nabi terkena sihir tidak satupun mengatakan Nabi menggauli kambing, tapi seperti mendatangi istrinya, namun sebenarnya tidak.
4. Tuduhan Nabi menggauli Kambing hanyalah fitnah, hujatan tanpa bukti sama sekali.

Tim musliminews mencoba melakukan pencarian untuk mengecek Hadits tersebut di atas, namun hadistnya tidak ditemukan dalam Shahih Bukhari. Sehingga tim musliminews menyimpulkan Hadits tersebut sengaja diedit, dan diplintir terjemahannya untuk menipu umat Islam. Selain itu tim musliminews menemukan Hadits bersumber dari Bukhari yang isinya persis bicara tentang peristiwa disihirnya Nabi Muhammad saw. Namun tidak terdapat kata-kata menggauli kambing seperti fitnahan Penghujat Islam di atas.

KITAB BUKHARI HADIST NO – 5323 :

حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عُيَيْنَةَ يَقُولُ أَوَّلُ مَنْ حَدَّثَنَا بِهِ ابْنُ جُرَيْجٍ يَقُولُ حَدَّثَنِي آلُ عُرْوَةَ عَنْ عُرْوَةَ فَسَأَلْتُ هِشَامًا عَنْهُ فَحَدَّثَنَا عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُحِرَ حَتَّى كَانَ يَرَى أَنَّهُ يَأْتِي النِّسَاءَ وَلَا يَأْتِيهِنَّ قَالَ سُفْيَانُ وَهَذَا أَشَدُّ مَا يَكُونُ مِنْ السِّحْرِ إِذَا كَانَ كَذَا فَقَالَ يَا عَائِشَةُ أَعَلِمْتِ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَفْتَانِي فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ أَتَانِي رَجُلَانِ فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي وَالْآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيَّ فَقَالَ الَّذِي عِنْدَ رَأْسِي لِلْآخَرِ مَا بَالُ الرَّجُلِ قَالَ مَطْبُوبٌ قَالَ وَمَنْ طَبَّهُ قَالَ لَبِيدُ بْنُ أَعْصَمَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي زُرَيْقٍ حَلِيفٌ لِيَهُودَ كَانَ مُنَافِقًا قَالَ وَفِيمَ قَالَ فِي مُشْطٍ وَمُشَاقَةٍ قَالَ وَأَيْنَ قَالَ فِي جُفِّ طَلْعَةٍ ذَكَرٍ تَحْتَ رَاعُوفَةٍ فِي بِئْرِ ذَرْوَانَ قَالَتْ فَأَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبِئْرَ حَتَّى اسْتَخْرَجَهُ فَقَالَ هَذِهِ الْبِئْرُ الَّتِي أُرِيتُهَا وَكَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ وَكَأَنَّ نَخْلَهَا رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ قَالَ فَاسْتُخْرِجَ قَالَتْ فَقُلْتُ أَفَلَا أَيْ تَنَشَّرْتَ فَقَالَ أَمَّا اللَّهُ فَقَدْ شَفَانِي وَأَكْرَهُ أَنْ أُثِيرَ عَلَى أَحَدٍ مِنْ النَّاسِ شَرًّا

(BUKHARI - 5323) : Telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Muhammad dia berkata; saya mendengar Ibnu 'Uyainah berkata; orang yang pertama kali menceritakan kepada kami adalah Ibnu Juraij, dia berkata; telah menceritakan kepadaku keluarga 'Urwah dari 'Urwah, lalu aku bertanya kepada Hisyam tentang haditsnya, maka dia menceritakannya kepada kami dari Ayahnya dari 'Aisyah radliallahu 'anha dia berkata; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah disihir hingga seakan-akan beliau telah mendatangi para isterinya, padahal beliau tidak mendatanginya, -Sufyan mengatakan; "Bahwa keadaan seperti ini termasuk sihir yang paling berat- Kemudian beliau bersabda: "Wahai Aisyah, apakah kamu mengetahui bahwa Allah telah memberikan fatwa (menghukumi) dengan apa yang telah aku fatwakan (hukumi)? Dua orang laki-laki telah datang kepadaku, lalu salah seorang dari keduanya duduk di atas kepalaku dan satunya lagi di kakiku. Kemudian seorang yang berada di kepalaku berkata kepada yang satunya; "Kenapa laki-laki ini?" temannya menjawab; "Terkena sihir.' salah seorang darinya bertanya; "Siapakah yang menyihirnya?" temannya menjawab; "Lubid bin Al A'sham, laki-laki dari Bani Zuraiq, seorang munafik dan menjadi sekutu orang-orang Yahudi." Salah seorang darinya bertanya; "Dengan benda apakah dia menyihir?" temannya menjawab; "Dengan rambut yang terjatuh ketika disisir." Salah seorang darinya bertanya; "Di manakah benda itu diletakkan?" temannya menjawab; "Di mayang kurma yang diletakkan di bawah batu dalam sumur Dzarwan." Aisyah berkata; "Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi sumur tersebut hingga beliau dapat mengeluarkan barang tersebut, lalu beliau bersabda: "Ini adalah sumur yang diperlihatkan padaku, seakan-akan airnya berubah bagaikan rendaman pohon inai dan seakan-akan pohon kurmanya bagaikan kepala syetan." Abu Hisyam berkata; "apakah beliau meminta barangnya dikeluarkan?" Aisyah berkata; Lalu aku bertanya; "Apakah anda tidak meruqyahnya?" beliau bersabda: "Tidak, sesungguhnya Allah telah menyembuhkanku dan aku hanya tidak suka memberikan kesan buruk kepada orang lain dari peristiwa itu."

Dalam Hadits Lain yang juga bersumber dari Bukhari No 5603

عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ مَكَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَذَا وَكَذَا يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ يَأْتِي أَهْلَهُ وَلَا يَأْتِي قَالَتْ عَائِشَةُ فَقَالَ لِي ذَاتَ يَوْمٍ يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ أَفْتَانِي فِي أَمْرٍ اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ أَتَانِي رَجُلَانِ فَجَلَسَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رِجْلَيَّ وَالْآخَرُ عِنْدَ رَأْسِي فَقَالَ الَّذِي عِنْدَ رِجْلَيَّ لِلَّذِي عِنْدَ رَأْسِي مَا بَالُ الرَّجُلِ قَالَ مَطْبُوبٌ يَعْنِي مَسْحُورًا قَالَ وَمَنْ طَبَّهُ قَالَ لَبِيدُ بْنُ أَعْصَمَ قَالَ وَفِيمَ قَالَ فِي جُفِّ طَلْعَةٍ ذَكَرٍ فِي مُشْطٍ وَمُشَاقَةٍ تَحْتَ رَعُوفَةٍ فِي بِئْرِ ذَرْوَانَ فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ هَذِهِ الْبِئْرُ الَّتِي أُرِيتُهَا كَأَنَّ رُءُوسَ نَخْلِهَا رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ وَكَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ فَأَمَرَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأُخْرِجَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَهَلَّا تَعْنِي تَنَشَّرْتَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا اللَّهُ فَقَدْ شَفَانِي وَأَمَّا أَنَا فَأَكْرَهُ أَنْ أُثِيرَ عَلَى النَّاسِ شَرًّا قَالَتْ وَلَبِيدُ بْنُ أَعْصَمَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي زُرَيْقٍ حَلِيفٌ لِيَهُودَ

Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi telah menceritakan kepada kami Sufyan telah menceritakan kepada kami Hisyam bin 'Urwah dari Ayahnya dari Aisyah radliallahu 'anha dia berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tetap termenung seperti ini dan ini, sehingga beliau dibuat seakan-akan telah melakukan sesuatu terhadap isterinya padahal beliau tidak melakukannya." Aisyah melanjutkan; "Sampai di suatu hari beliau bersabda: "Wahai Aisyah, apakah kamu telah merasakan bahwa Allah telah memberikan fatwa (menghukumi) dengan apa yang telah aku fatwakan (hukumi)? Dua orang laki-laki telah datang kepadaku, lalu salah seorang dari keduanya duduk di kakiku dan satunya lagi di atas kepalaku. Kemudian orang yang berada di kakiku berkata kepada orang yang berada di atas kepalaku; "Kenapakah laki-laki ini?" temannya menjawab; "Dia terkena sihir.' Salah seorang darinya bertanya; "Siapakah yang menyihirnya?" temannya menjawab; "Labid bin Al A'sham." Salah satunya bertanya; "Dengan benda apakah dia menyihir?" temannya menjawab; "Dengan seladang mayang kurma dan rambut yang terjatuh ketika disisir yang diletakkan di bawah batu dalam sumur Dzarwan." Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendatanginya, lalu bersabda: "Inilah sumur yang diperlihatkan kepadaku, seakan-akan pohon kurmanya bagaikan kepala syetan dan seolah-olah airnya berubah bagaikan rendaman pohon inai." Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk mengeluarkannya, kemudian barang tersebut pun dikeluarkan. Aisyah berkata; "aku bertanya; "Wahai Rasulullah, tidakkah anda menjampinya (meruqyahnya)?" maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Tidak, sesungguhnya Allah telah menyembuhkanku dan aku hanya tidak suka memberikan kesan buruk kepada orang lain dari peristiwa itu." Aisyah berkata; "Labid bin A'sham adalah seorang laki-laki dari Bani Zuraiq yang memiliki hubungan dengan orang-orang Yahudi."

Sebenarnya masih banyak Hadits yang senada isinya dengan dua hadits di atas, namun tidak perlu kami tampilkan satu persatu, pembaca dapat mengecek langsung di situs lidwa.com

Dari dua Hadits di atas sudah cukup jelas kedustaan penghujat Islam tersebut, Karena dua hadits di atas bersumber dari Aisyah senada dengan kutipan di atas namun isinya berbeda. Tentu sebuah perkara yang mustahil kita percaya. Selain itu penuduh sama sekali tidak mencantumkan teks bahasa Arab dari Hadits yang mereka kutip sehingga memperjelas kedustaan mereka atas Rasulullah Saw.

HADITS AIR YANG KELUAR DARI SELA-SELA JARI NABI MUHAMMAD SAW


PERTANYAAN :
air suci yang mensucikan tetapi tidak berasal bumi,langit maupun dari surga. Air apakah itu? Tolong kasih riwayatnya.
JAWABAN :
Air yang keluar dari sela-sela jari Nabi Muhammad SAW, dihukumi suci dan mensucikan. Sebagaimana penjelasan dalam kitab Iqna' (1/20) :

(و) خَامِسهَا (مَاء الْعين) الأرضية كالنابعة من أَرض أَوالْجَبَل أَو الحيوانية كالنابعة من الزلَال وَهُوَ شَيْء ينْعَقد من المَاء علىصُورَة الْحَيَوَان أَو الإنسانية كالنابعة من بَين أَصَابِعه صلى الله عَلَيْهِ وَسلممن ذَاتهَا على خلاف فِيهِ وَهُوَ أفضل الْمِيَاه

Berikut beberapa hadits yang meriwayatkan tentang hal tersebut dalam Shohih Muslim :

(حديث مرفوع) وحَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ مُوسَىالْأَنْصَارِيُّ ، حَدَّثَنَا مَعْنٌ ، حَدَّثَنَا مَالِكٌ . ح وحَدَّثَنِي أَبُوالطَّاهِرِ ، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ ، عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ ، عَنْإِسْحَاقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، أَنَّهُقَالَ : " رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،وَحَانَتْ صَلَاةُ الْعَصْرِ ، فَالْتَمَسَ النَّاسُ الْوَضُوءَ ، فَلَمْيَجِدُوهُ ، فَأُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَبِوَضُوءٍ ، فَوَضَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيذَلِكَ الْإِنَاءِ يَدَهُ ، وَأَمَرَ النَّاسَ أَنْ يَتَوَضَّئُوا مِنْهُ ، قَالَ: فَرَأَيْتُ الْمَاءَ يَنْبُعُ مِنْ تَحْتِ أَصَابِعِهِ ، فَتَوَضَّأَ النَّاسُحَتَّى تَوَضَّئُوا مِنْ عِنْدِ آخِرِهِمْ " .

Seperti diceritakan oleh sahabat Anas bin Malik RA yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim : “Saya melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ketika itu waktu Ahsar telah tiba. Lalu manusia mencari air untuk berwudhu, tetapi tidak memperolehnya. Lalu ada seseorang membawakan air untuk berwudhu. Maka beliau meletakkan tangannya ke dalam bejana tempat air itu, dan menyuruh semua orang berwudhu dari situ.” Anas bin Malik Radiyallahu Anhu berkata: “Saya melihat air keluar dari jari-jari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga semua orang dapat berwudhu dengan air itu.”

Terdapat catatan dalam kitab Fathul baari :
(تَنْبِيه):
قَالَ اِبْن بَطَّال: هَذَا الْحَدِيث - يَعْنِي حَدِيثنَبْع الْمَاء - شَهِدَهُ جَمْع مِنْ الصَّحَابَة، إِلَّا أَنَّهُ لَمْ يُرْوَإِلَّا مِنْ طَرِيق أَنَس وَذَلِكَ لِطُولِ عُمْره وَلِطَلَبِ النَّاس عُلُوّالسَّنَد. كَذَا قَالَ. وَقَدْ قَالَ الْقَاضِي عِيَاض: هَذِهِ الْقِصَّة رَوَاهَا الْعَدَدالْكَثِير مِنْ الثِّقَات عَنْ الْجَمّ الْغَفِير عَنْ الْكَافَّة مُتَّصِلًا عَنْجُمْلَة مِنْ الصَّحَابَة، بَلْ لَمْ يُؤْثَر عَنْ أَحَد مِنْهُمْ إِنْكَار ذَلِكَفَهُوَ مُلْتَحِق بِالْقَطْعِيِّ مِنْ مُعْجِزَاته. اِنْتَهَى

Qadhi Iyadh berkata, “Kisah yang diriwayatkan oleh orang-orang yang tsiqah (dipercaya) ini dari kalangan jamaah yang banyak, sanadnya sampai kepada para sahabat. Dan peristiwa itu terjadi di tempat-tempat berkumpulnya sebagian mereka, di tempat keramaian, dan di tempat berkumpulnya pasukan perang. Tidak ada satu pun yang mengingkari perawi tersebut. Sehingga hal ini merupakan sebuah tambahan yang menjelaskan tentang kenabiannya”. Wallohu a'lam.

MAKSUD LAFADZ "AL-MUTADHOMIKHU BILKHOLUQ"

4714. PERTANYAAN :
penjelasan, dalam kitab Targhib Wattarghib masalah hadits:
ثلاثة لاتقربهم الملائكة الجنب والسكران والمتضمخ بالخلوق

JAWABAN :
Hadits ini, salah satunya menerangkan tentang tasyabuh atau penyerupaan laki-laki atas perempuan. Bukan di baca "Khuluq" namun yang benar dibaca "Kholuq", sebagaimana dijelaskan ulama muhadditsin, bahwa kholuq adalah sejenis wewangian dari za'faron yang berwarna kuning dan atau merah, yang jika dikenakan oleh pria akan menimbulkan Tasyabbuh dengan wanita.

Ada beberapa redaksi hadits di antaranya:

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ أَخْبَرَنَا عَطَاءٌ الْخُرَاسَانِيُّ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ قَالَ قَدِمْتُ عَلَى أَهْلِي لَيْلًا وَقَدْ تَشَقَّقَتْ يَدَايَ فَخَلَّقُونِي بِزَعْفَرَانٍ فَغَدَوْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ وَلَمْ يُرَحِّبْ بِي وَقَالَ اذْهَبْ فَاغْسِلْ هَذَا عَنْكَ فَذَهَبْتُ فَغَسَلْتُهُ ثُمَّ جِئْتُ وَقَدْ بَقِيَ عَلَيَّ مِنْهُ رَدْعٌ فَسَلَّمْتُ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ وَلَمْ يُرَحِّبْ بِي وَقَالَ اذْهَبْ فَاغْسِلْ هَذَا عَنْكَ فَذَهَبْتُ فَغَسَلْتُهُ ثُمَّ جِئْتُ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَرَدَّ عَلَيَّ وَرَحَّبَ بِي وَقَالَ إِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَا تَحْضُرُ جَنَازَةَ الْكَافِرِ بِخَيْرٍ وَلَا الْمُتَضَمِّخَ بِالزَّعْفَرَانِ وَلَا الْجُنُبَ قَالَ وَرَخَّصَ لِلْجُنُبِ إِذَا نَامَ أَوْ أَكَلَ أَوْ شَرِبَ أَنْ يَتَوَضَّأَ حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي عُمَرُ بْنُ عَطَاءِ ابْنِ أَبِي الْخُوَارِ أَنَّهُ سَمِعَ يَحْيَى بْنَ يَعْمَرَ يُخْبِرُ عَنْ رَجُلٍ أَخْبَرَهُ عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ زَعَمَ عُمَرُ أَنَّ يَحْيَى سَمَّى ذَلِكَ الرَّجُلَ فَنَسِيَ عُمَرُ اسْمَهُ أَنَّ عَمَّارًا قَالَ تَخَلَّقْتُ بِهَذِهِ الْقِصَّةِ وَالْأَوَّلُ أَتَمُّ بِكَثِيرٍ فِيهِ ذِكْرُ الْغُسْلِ قَالَ قُلْتُ لِعُمَرَ وَهُمْ حُرُمٌ قَالَ لَا الْقَوْمُ مُقِيمُونَ

Telah menceritakan kepada kami [Musa bin Isma'il] berkata, telah menceritakan kepada kami [Hammad] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Atha Al Khurasani] dari [Yahya bin Ya'mar] dari [Ammar bin Yasir] ia berkata, "Aku kembali ke rumah di waktu yang sudah malam, dan tanganku terlihat pecah-pecah hingga mereka melumuri aku dengan Za'faran (yang berwarna kuning). Aku lalu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di waktu pagi, aku mengucapkan salam namun beliau tidak menjawab salam atau menyambutku. Bahkan beliau bersabda: "Pergi dan bersihkanlah ini darimu." Aku lantas pergi dan membersihkan Za'faran tersebut. Kemudian aku mendatangi beliau meskipun masih ada sisa-sisa Za'faran. Aku mengucapkan salam namun beliau tidak menjawab atau menyambutku. Beliau bersabda: "Bersihkan ini darimu." Aku lalu pergi dan membersihkannya. Kemudian aku datang dan mengucapkan salam kepadanya, lalu beliau menjawab atau menyambutku. Beliau lantas bersabda: "Sesungguhnya malaikat tidak akan datang menghadiri jenazah orang kafir dengan kebaikan, dan pula orang yang melumuri dirinya dengan Za'faran dan orang yang junub." Ammar berkata, "Beliau memberi keringanan kepada orang yang junub jika ingin tidur, atau makan, atau minum cukup dengan berwudhu." Telah menceritakan kepada kami [Nashr bin Ali] berkata, telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Bakr] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Juraij] berkata, telah mengabarkan kepadaku [Umar bin Atha bin Abu Al Khuwar] Bahwasanya ia mendengar [Yahya bin Ya'mar] mengabarkan dari [seorang laki-laki] ia mengabarkan kepadanya dari [Ammar bin Yasir] berkata -Umar berkeyakinan bahwa Yahya menyebut nama laki-laki itu, namun Umar lupa namanya-, "Aku memakai wewangian…sama seperti hadits ini. namun yang pertama lebih lengkap dan sempurna, sebab disebutkan tentang mandi di dalamnya." Ia berkata, "Aku bertanya kepada Umar, "Apakah mereka sedang ihram?" Umar berkata, "Tidak, mereka sedang menetap di rumah". Wallohu a'lam.

HADITS TENTANG TELINGA BERDENGING (BERDENGUNG)

Disebutkan dalam kitab Mu'jam al kabir Imam thobrony :

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرو الْقَطِرَانِيُّ، ثنا أَبُو الرَّبِيعِ الزَّهْرَانِيُّ، ثنا حِبَّانُ بْنُ عَلِيٍّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَخِيهِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِذَا طَنَّتْ أُذُنُ أَحَدِكُمْ فَلْيَذْكُرْنِي، وَلْيُصَلِّ عَلَيَّ، وَلْيَقُلْ: ذَكَرَ اللهُ بِخَيْرٍ مَنْ ذَكَرَنِي ”   المعجم الكبير للطبراني

Menceritakan kepada kami Ahmad bin Amr al-Qathirani, menceritakan kepada kami Abu ar-Rabi’ az-Zahrani, menceritakan kepada kami Hibban bin Ali, dari Muhammad bin Ubaydillah bin Abi Rafi’, dari saudaranya, yaitu Abdillah bin Ubaydillah bin Abi Rafi’, dari ayahnya (Ubaydillah bin Abi Rafi’), dari kakeknya (Abi Rafi’, budak Rasulullah) berkata: Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, “Jika berdengung telinga seseorang dari kalian, maka ingatlah aku, dan bershalawatlah atasku, dan katakan: Dzakarollohu bi khayrin man dzakaroni (Semoga Allah menyebut dengan kebaikan orang yang menyebutku). [Al-Mu'jamul Kabir lithThobroni].

Sedang dalam Al-jami'ish shoghir Imam suyuthi dijelaskan :

إِذا طَنَّتْ أُذُنُ أحدِكُمْ فَلْيَذْكُرْنِي ولْيُصَلِّ عَلَيَّ ولْيَقُلْ ذَكَرَ الله مَنْ ذَكَرَنِي بِخَيْرٍ   الجامع الصغير للسيوطي

Jika berdengung telinga seseorang dari kalian, maka ingatlah aku, dan bershalawatlah atasku, dan katakan: Dzakarollohu man dzakaroni bi khayr (Semoga Allah menyebut orang yang menyebutku dengan kebaikan). [Al-Jami'ush Shoghir lis Suyuthi].

Terdapat keterangan dari Imam Munawi dalam kitab beliau At-Taysir bi Syarh al-Jami'ish Shoghir :

فَإِن الْأذن إِنَّمَا تطن لما ورد على الرّوح من الْخَبَر الْخَيْر وَهُوَ أَن الْمُصْطَفى قد ذكر ذَلِك الْإِنْسَان بِخَير فِي الْمَلأ الْأَعْلَى فِي عَالم الْأَرْوَاح

Maka sesungguhnya telinga itu berdengung ketika datang berita baik kepada ruh, yaitu Rasulullah SAW al-Mushthofa telah menyebut orang tersebut (pemilik telinga yang berdengung) dengan kebaikan di mala-il a’la (perkumpulan atau majelis tertinggi) di alam ruh.

Hadits ini juga diriwayatkan Imam al-Bazzar dengan redaksi doa:

اللَّهُمَّ اذْكُرْ بِخَيْرٍ مَنْ ذَكَرَنَا بِخَيْرٍ

“Ya Allah, sebutlah dengan kebaikan orang yang menyebut kami dengan kebaikan”.
Hadits seperti ini diriwayatkan oleh Imam Suyuthi, Imam ibnus Sunni, Imam Ruyani, Imam al-Bazzar, dan juga Imam Thabrani yang mana menurut beliau hadits ini Hasan. Para Imam yang dapat dipegang ini telah mencantumkan hadits-hadits seprti ini di dalam kitab-kitab mereka. Dan tak ada hadits yang menentang hadits ini. Para Imam ini telah mengajarkan kepada kita agar bershalawat kepada Nabi ketika telinga kita berdengung atau berdenging. Maka amalan ini sungguh boleh dikerjakan. Apalagi perintah shalawat itu adalah perintah umum yang boleh dilakukan kapan saja, kecuali pada waktu dan tempat tertentu, seperti ketika di kakus atau kamar kecil. Wallohu a'lam.

HADITS KEHANCURAN MUSLIMIN KARENA PERPECAHAN

Dari Tsauban radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي أَنْ لَا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ وَإِنَّ رَبِّي قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ أَنْ لَا أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ وَلَوْ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا أَوْ قَالَ مَنْ بَيْنَ أَقْطَارِهَا حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا

“Sesungguhnya Allah menggulung bumi untukku sehingga aku bisa melihat timur dan baratnya. Dan sesungguhnya kekuasaan ummatku akan mencapai apa yang telah dinampakkan untukku. Sku diberi dua harta simpanan: Merah dan putih. San sesungguhnya aku meminta Rabbku untuk ummatku agar Dia tidak membinasakan mereka dengan kekeringan menyeluruh, agar Dia tidak memberi kuasa musuh untuk menguasai mereka selain diri mereka sendiri sehingga menyerang perkumpulan mereka. Dan sesungguhnya Rabbku berfirman, “Hai Muhammad, sesungguhnya Aku bila menentukan takdir tidak bisa dirubah, sesungguhnya Aku memberikan untuk umatmu agar mereka tidak dibinasakan oleh kekeringan menyeluruh dan Aku tidak akan memberi kuasa musuh untuk menyerang mereka selain diri mereka sendiri lalu mereka menyerang perkumpulan mereka, walaupun musuh mengeepung mereka dari segala penjurunya, hingga akhirnya sebagian dari mereka (umatmu) membinasakan sebagaian lainnya dan saling menawan satu sama lain.” (HR. Muslim no. 2889).

Dari Sa’ad radhiallahu anhu dia berkata: Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang dari tempat yang tinggi hingga saat beliau melintasi masjid Bani Mu’awiah, beliau masuk lalu shalat dua rakaat, dan kami shalat bersama beliau, lalu beliau berdoa lama sekali kepada Rabbnya. Setelah itu beliau menemui kami lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

سَأَلْتُ رَبِّي ثَلَاثًا فَأَعْطَانِي ثِنْتَيْنِ وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً سَأَلْتُ رَبِّي أَنْ لَا يُهْلِكَ أُمَّتِي بِالسَّنَةِ فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُهُ أَنْ لَا يُهْلِكَ أُمَّتِي بِالْغَرَقِ فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُهُ أَنْ لَا يَجْعَلَ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ فَمَنَعَنِيهَا

“Aku meminta tiga (hal) pada Rabbku, Ia mengabulkan dua (hal) dan menolakku satu (hal). Aku meminta Rabbku agar tidak membinasakan ummatku dengan kekeringan, maka Ia mengabulkannya untukku. Aku meminta-Nya agar tidak membinasakan ummatku dengan banjir, maka Ia mengabulkannya untukku. Dan aku meminta-Nya agar tidak menjadikan kehancuran mereka di antara sesama mereka tapi Ia menolaknya.”

Masalah ini termasuk dari tanda-tanda kenabian Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, yaitu tatkala beliau mengabarkan kejadian yang akan menimpa umat ini berupa perpecahan dan peperangan di antara sesama mereka. Dalam dua hadits di atas nampak jelas bahwa Allah Ta’ala telah menetapkan takdir bagi akhir umat ini. Allah Ta’ala menetapkan bahwa Islam dan para pemeluknya tidak akan binasa dengan kekeringan dan kelaparan sehingga mereka tidak perlu terlalu khawatir dengan kemiskinan karena itu tidak akan membinasakan mereka. Allah juga menetapkan bahwa Islam dan para pemeluknya tidak akan hilang dari muka bumi akibat banjir bandang, karenanya mereka tidak perlu terlalu khawatir akan kehilangan eksistensi di dunia gara-gara bencana alam. Allah Ta’ala juga telah menetapkan bahwa Islam dan kaum muslimin tidak akan pernah dikuasai dan dikalahkan oleh musuh-musuh mereka, walaupun musuh telah mengepung mereka dari berbagai sisi, yang karenanya mereka jangan terlalu memfokuskan perhatian pada musuh-musuh dari luar Islam.

Akan tetapi Allah Ta’ala telah menetapkan bahwa Islam dan kaum muslimin akan hancur akibat perbuatan kaum muslimin itu sendiri. Mereka sendiri yang menyebarkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sehingga mereka sendiri yang akan saling berperang dan membinasakan. Mereka ini adalah orang-orang kafir yang berpakaian Islam dari kalangan orang-orang munafik dan zindik ataukah mereka adalah orang-orang jahil dalam agama yang diperalat oleh orang-orang yang berpenyakit hatinya yang senang jika kaum muslimin berpecah.

Karenanya hendaknya kaum muslimin sadar bahwa musuh yang terbesar bagi mereka adalah musuh dari dalam dan bukan musuh dari luar. Musuh terbesar mereka bukanlah orang kafir dan musyrik yang sudah jelas kekafiran dan kesyirikan mereka. Akan tetapi musuh terbesar mereka adalah orang-orang yang hatinya berpenyakit, yang mencoba menyebar racun-racun kekafiran di tengah-tengah kaum muslimin dari dalam, melalui bid’ah-bid’ah dan pemikiran-pemikiran yang kacau dan bertentangan dengan wahyu yang Allah Ta’ala turunkan.

حديث مرفوع) حَدَّثَنَا حَدَّثَنَا عَارِمٌ ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ ، عَنْ أَيُّوبَ ، عَنْ أَبِي قِلابَةَ ، عَنْ أَبِي أَسْمَاءَ ، عَنْ ثَوْبَانَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : " زُوِيَ لِيَ الأَرْضُ ، فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا ، وَأَنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا ، وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ : الأَحْمَرَ وَالأَبْيَضَ " ، قَالَ حَمَّادٌ : وَقَالَ مَرَّةً : " فَأَوَّلْتُهُ فَارِسَ وَالرُّومَ ، وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ لأُمَّتِي أَنْ لا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ ، وَأَنْ لا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتبِيحَ بَيْضَتَهُمْ ، وَإِنَّ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ ، إِذَا قَضَيْتُ أَمْرًا فَإِنَّهُ لا يُرَدُّ ، وَإِنِّي قَدْ أَعْطَيْتُ لأُمَّتِكَ أَنْ لا أُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ بِعَامَّةٍ ، وَلا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ وَلَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَيْهِمْ أَقْطَارُهَا ، حَتَّى يَكُونُوا يُهْلِكُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا ، وَبَعْضُهُمْ يُسْبِي بَعْضًا " ، وَحَدَّثَنَا بِهِ مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى ، حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ ، حَدَّثَنِي أَبِي ، عَنْ قَتَادَةَ ، عَنْ أَبِي قِلابَةَ ، عَنْ أَبِي أَسْمَاءَ ، عَنْ ثَوْبَانَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ ، بِنَحْوِهِ ، وَذَكَرَ فِي حَدِيثِهِ : " وَلا يَلْبِسَهُمْ شِيَعًا " ، قَالَ الْقَاضِي : وَلَيْسَ فِي حَدِيثِ حَمَّادِ بْنِ زَيْدٍ وَلا فِي حَدِيثِ هِشَامٍ الدَّسْتُوَائِيِّ لأَبِي الأَشْعَثِ ذِكْرٌ فِي هَذَا الْحَدِيثِ ، وَإِنَّمَا ذَكَرَهُ مَعْمَرٌ حَدَّثَنَا بِهِ الرَّمَادِيُّ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ ، عَنْ مَعْمَرٍ ، عَنْ أَيُّوبَ ، عَنْ أَبِي قِلابَةَ ، عَنْ أَبِي الأَشْعَثِ ، عَنْ أَبِي أَسْمَاءَ ، عَنْ شَدَّادٍ ، قَالَ الرَّمَادِيُّ : قُلْتُ لِعَبْدِ الرَّزَّاقِ : إِنَّمَا هَذَا عَنْ أَبِي قِلابَةَ ، عَنْ أَبِي أَسْمَاءَ ، عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ : لأَنْظُرَنَّ فِيهِ ، هُوَ هَكَذَا ، قَالَ الرَّمَادِيُّ : وَهَكَذَا رَوَاهُ ابْنُ الْمُبَارَكِ ، وَمُحَمَّدُ بْنُ ثَوْرٍ ، عَنْ مَعْمَرٍ ، عَنْ أَيُّوبَ بِهَذَا الإِسْنَادِ عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ ، وَإِنَّمَا أَخْطَأَ فِيهِ مَعْمَرٌ .

Keterangan dan penjelasan lengkap dalam Kitab FATHUL MUN'IM dan SYARAH IMAM NAWAWI.

- Kitab Syarah Misykatul Mashobih :

( وأعطيت الكنزين : الأحمر والأبيض ) : بدلان مما قبلهما أي : كنز الذهب والفضة . قال التوربشتي : يريد بالأحمر والأبيض خزائن كسرى وقيصر ، وذلك أن الغالب على نقود ممالك كسرى الدنانير ، والغالب على نقود ممالك قيصر الدراهم

Yang dimaksud merah dan putih disitu adalah harta simpanan berupa emas dan perak. At turbusti berkata : Maksudnya merah dan putih adalah harta simpanannya kisro dan kaisar, hal tersebut dikarenakan umumnya uang kerajaan kisro adalah dinar dan uang kerajaan kaisar adalah dirham.

- Kitab 'Aunul Ma'bud :

( الأحمر والأبيض ) : أي الذهب والفضة .
وفي النهاية فالأحمر ملك الشام والأبيض ملك فارس ، وإنما قال لفارس الأبيض لبياض ألوانهم ولأن الغالب على أموالهم الفضة ، كما أن الغالب على ألوان أهل الشام الحمرة وعلى أموالهم الذهب انتهى . قال النووي : المراد بالكنزين الذهب والفضة ، والمراد كنز كسرى وقيصر ملكي العراق والشام

Merah dan putih maksudnya adalah emas dan perak. Dalam kitab nihayah : merah adalah kerajaan syam dan putih adalah kerajaan paris, paris dikatakan putih karena putihnya warna mereka dan karena umumnya harta mereka adalah perak sebagaimana umumnya warna penduduk syam adalah merah dan harta mereka adalah emas. Imam Nawawi berkata : Yang dimaksud merah dan putih adalah emas dan perak, dan maksudnya adalah harta simpanan kisro dan kaisar yaitu dua kerajaan irak dan syam. Wallohu a'lam.

baca juga => HADITS PERUMPAMAAN ORANG YANG SABAR MENJALANKAN AGAMA DI AKHIR ZAMAN

HADITS PERUMPAMAAN ORANG YANG SABAR MENJALANKAN AGAMA DI AKHIR ZAMAN

Sabda nabi Muhammad SAW :

يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ

“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi ).

قوله : ( يأتي على الناس زمان الصابر فيهم ) أي في أهل ذلك الزمان ( على دينه ) أي على حفظ أمر دينه بترك دنياه ( كالقابض ) أي كصبر القابض في الشدة ونهاية المحنة ( على الجمر ) جمع [ ص: 445 ] الجمرة وهي شعلة من نار ،

Dijelaskan dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi bahwa di zaman tersebut, orang yang berpegang teguh dengan agama hingga meninggalkan dunianya, ujian dan kesabarannya begitu berat. Ibaratnya seperti seseorang yang memegang bara (nyala) api.
Kata "JAMRAH" Adalah percikan api (Bara api).

قال الطيبي : المعنى كما لا يقدر القابض على الجمر أن يصبر لإحراق يده ، كذلك المتدين يومئذ لا يقدر على ثباته على دينه لغلبة العصاة والمعاصي وانتشار الفسق وضعف الإيمان ، انتهى ،

Ath Thibiy berkata bahwa maknanya adalah sebagaimana seseorang tidak mampu menggenggam bara api karena tangannya bisa terbakar sama halnya dengan orang yang ingin berpegang teguh dengan ajaran Islam saat ini, ia sampai tak kuat ketika ingin berpegang teguh dengan agamanya. Hal itu lantaran banyaknya maksiat di sekelilingnya, pelaku maksiat pun begitu banyak, kefasikan pun semakin tersebar luas, juga iman pun semakin lemah.

وقال القاري : الظاهر أن معنى الحديث كما لا يمكن القبض على الجمرة إلا بصبر شديد وتحمل غلبة المشقة كذلك في ذلك الزمان لا يتصور حفظ دينه ونور إيمانه إلا بصبر عظيم انتهى .

Sedangkan Al Qari mengatakan bahwa sebagaimana seseorang tidaklah mungkin menggenggam bara api melainkan dengan memiliki kesabaran yang ekstra dan kesulitan yang luar biasa. Begitu pula dengan orang yang ingin berpegang teguh dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di zaman ini butuh kesabaran yang ekstra. Wallohu a'lam.
Sumber hadits : TUHFATUL AHWADZI

HADITS KETIKA SEORANG PRIA MEMANDANG WANITA GHOIR MAHROM DAN MEMBUATNYA KAGUM

wabarokatuh. Rosululloh bersabda :

إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ، وَتُدْبِرُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ، فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ، فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ

Sesungguhnya wanita itu menghadap dari depan dalam bentuk setan dan membelakang dalam bentuk setan, maka jika seseorang dari kalian melihat wanita maka hendaklah ia mendatangi istrinya, karena hal itu akan manghilangkan apa yang ada dalam dirinya (dari hawa nafsu). [Shohih Muslim, No.1403]

Ulama menyatakan bahwa wanita identik dengan hawa nafsu yang menggoda laki-laki.Sebab,Allah telah menciptakan kaum lelaki dengan ketertarikannya kepada wanita,dari segi ajakan menuju keburukan dengan godaan dan perhiasan,wanita menyerupai setan.dari sini dapat di simpulkan, wanita hanya boleh keluar rumah melintasi kaum laki-laki dalam kondisi terpaksa. Lelaki tidak boleh menatap pakaian yang dikenakan wanita dan harus berpaling.Karena itulah setan menjadikan wanita sebagai salah satu cara untuk menggoda para lelaki, mengajak pada hawa nafsu, menjadikan was-was, dan menggerakkan syahwat para lelaki. Karena itulah bagi lelaki yang sudah beristri, ketika melihat wanita yang membangkitkan syahwatnya dianjurkan untuk menggauli istrinya agar hasratnya terpenuhi dan kecenderungannya pada wanita yang baru saja dilihat hilang..

Jadi, hadits ini tidak bermaksud untuk mencela semua wanita,hadits ini hanya memberi peringatan bagi para wanita agar bisa menjaga dirinya dan tak menimbulkan fitnah atau membangkitkan syahwat lelaki yang melihatnya sekaligus mengingatkan para lelaki untuk menjaga penglihatannya.

HADITS HAMBA ALLAH YANG DIKHUSUSKAN MELAYANI KEPENTINGAN UMAT

- Faidhul Qodir

2350 - (إن لله تعالى عبادا اختصهم بحوائج الناس) أي بقضائها ولفظ رواية الطبراني بدل عبادا اختصهم إلى آخره: خلقا خلقهم لحوائج الناس (يفزع الناس إليهم) أي يلجئون إليهم ويستغيثون بهم (في حوائجهم أولئك الآمنون من عذاب الله) أضافهم إليه إضافة اختصاص وخصهم بالنيابة عنه في خلقه وجعلهم خزائن نعمه الدينية والدنيوية لينفقوا على المحتاجين فيجب شكر هذه النعمة ومن شكرها بذلها للطالبين وإغاثة الملهوفين ليحفظ أصول النعم وتثمر الزيادة من المنعم كما خص قوما بحجج العلوم الدينية في العقائد وبعلوم شريعة المصطفى صلى الله عليه وسلم ومعرفة الحلال والحرام في الفروع الفقهية فإن هؤلاء قوم عرفوا الله معرفة التوحيد واعترفوا له باللسان وقبلوا العبودية وقاموا بحقوق الخلق إعظاما لجلال الحق فجوزوا بالأمان من عذاب النيران وهذا يوضحه خبر الطبراني أيضا " إن لله عبادا استخصهم لنفسه لقضاء حوائج الناس وآلى على نفسه أن لا يعذبهم بالنار فإذا كان يوم القيامة أجلسوا على منابر من نور يتحادثون إليه والناس في الحساب "
(طب عن عمر) بن الخطاب قال الهيثمي: فيه شخص ضعفه [ص: 478] الجمهور وأحمد بن طارق الراوي عنه لم أعرفه وبقية رجاله رجال الصحيح

Al-Munawi dalam kitab "Faidhul Qadir" menyebutkan, "Bahwa redaksi riwayat Thabarani berbunyi : "Makhluk yang diciptakan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia," bukan "Hamba-hamba yang diistimewakan atau dikhususkan oleh Allah." Dia berkata, " Al-Haitsami berkata, 'Perawinya ada yang dianggap lemah oleh mayoritas ulama, dan perawi Ahmad bin Thariq tidak saya ketahui serta perawi-perawi lainnya adalah perawi hadits shahih." Ini menunjukkan kelemahan hadits ini dari segi sanad (perawi). Dengan mengasumsikannya shahih, maka hadits tersebut dapat dijadikan sebagai dalil untuk menganjurkan memenuhi kebutuhan orang lain, seperti memberi uang, mengajarkan ilmu, membimbing orang yang bertanya, dan membantu orang yang sangat memerlukan bantuan.

Dalam hadits itu juga terdapat anjuran untuk meminta pertolongan kepada orang yang masih hidup dalam memenuhi kebutuhan dan menghindari sesuatu yang tidak disukai, dengan mengambil sebab-sebab yang lumrah dilakukan dan bertawakal kepada Allah. Dan penting juga bahwa hadits ini bukan larangan bagi orang yang masih hidup untuk memohon barokah dengan bertawasul kepada ruh para nabi dan rosul serta Auliya Allah juga orang orang sholeh yang telah wafat.sebagaimana di fahami oleh golongon tertentu. Wallohu a'lam.

MAKNA HADITS BACALAH AL-QUR'AN DAN NAIKLAH



عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ : اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ ، كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا ، فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا ) .

Dari Abdulloh bin umar rodhiyallohu anhuma berkata :Rasululloh shollllohu alaihi wasallam bersabda :" Dikatakan kepada Shahibul Qur`an (di akhirat): “Bacalah Al-Qur`an dan naiklah (ke surga) serta tartilkanlah (bacaanmu) sebagai mana engkau tartilkan sewaktu di dunia. Sesungguhnya kedudukan dan tempat tinggalmu (di surga) berdasarkan akhir ayat yang engkau baca”. (HR. Imam Tirmidzi dan Abu Dawud).
- kitab aunul ma'bud syarah sunan abu dawud (4/237) :

( يقال ) : أي عند دخول الجنة ( لصاحب القرآن ) : أي من يلازمه بالتلاوة والعمل لا من يقرؤه ولا يعمل به ( اقرأ وارتق ) : أي إلى درجات الجنة أو مراتب القرب ( ورتل ) : أي لا تستعجل في قراءتك في الجنة التي هي لمجرد التلذذ والشهود الأكبر كعبادة الملائكة ( كما كنت ترتل ) : أي في قراءتك ، وفيه إشارة إلى أن الجزاء على وفق الأعمال كمية وكيفية ( في الدنيا ) : من تجويد الحروف ومعرفة الوقوف ( فإن منزلك عند آخر آية تقرؤها ) : وقد ورد في الحديث أن درجات الجنة على عدد آيات القرآن ، وجاء في حديث " من أهل القرآن فليس فوقه درجة " ، فالقراء يتصاعدون بقدرها .

(Dikatakan) maksudnya ketika masuk ke syurga. (kepada shohibul qur'an) maksudnya adalah orang yang melazimkan baca al qur'an dan mengamalkannya, bukan orang yang membaca saja tanpa mengamalkan. (bacalah dan naiklah ) maksudnya naik ke derajat yang ada di syurga, atau ke tingkatan-tingkatan kedekatan kepada Allah. (serta tartilkanlah) maksudnya jangan tergesa-gesa dalam bacaanmu ketika disyurga yang hanya untuk meraih kenikmatan dan penyaksaian agung saja seperti ibadahnya malaikat. ( sebagai mana engkau tartilkan) maksudnya dalam bacaanmu, dalam hadis ini terdapat isyarat bahwa balasan cocok berdasarkan amalan dalam jumlah dan cara. (sewaktu didunia) yaitu tajwidnya huruf dan tahu berhentinya. (Sesungguhnya kedudukan dan tempat tinggalmu (di surga) berdasarkan akhir ayat yang engkau baca), telah datang hadis bahwa derajatnya syurga berdasarjan hitungan ayat al qur'an, dan telah datang dalam hadis bahwa orang yang ahli qur'an maka tiada derajat diatasnya. Maka qurro'/ahli bacaan al qur'an derajatnya senantiasa naik berdasarkan ukuran bacaannya.

قال الخطابي : جاء في الأثر عداد آي القرآن على قدر درج الجنة ، يقال للقارئ اقرأ وارتق الدرج على قدر ما تقرأ من آي القرآن ، فمن استوفى قراءة جميع القرآن استولى على أقصى درج الجنة ، ومن قرأ جزءا منها كان رقيه من الدرج على قدر ذلك ، فيكون منتهى الثواب عند منتهى القراءة انتهى .

Al-khottoby berkata : telah datang dalam atsar bahwa hitungan ayat qur'an berdasarkan ukuran derajat di syurga. Dikatakan kepada pembaca qur'an : bacalah dan naiklah ke derajatnya syurga berdasarkan ukuran yang engkau baca dari ayat al qur'an, barang siapa memenuhi bacaan semua al qur'an maka dia menguasai puncak derajat di syurga, dan barang siapa membaca satu bagian dari qur'an maka dia naik pada derajat berdasarkan ukuran bagian tersebut, maka puncak pahala pada puncak bacaan.

وقال الطيبي : إن الترقي يكون دائما فكما أن قراءته في حال الاختتام استدعت الافتتاح الذي لا انقطاع له كذلك هذه القراءة والترقي في المنازل التي لا تتناهى ، وهذه القراءة لهم كالتسبيح للملائكة لا تشغلهم من مستلذاتهم بل هي أعظمها انتهى .

At-tiby berkata : sesungguhnya naiknya derajat itu selama lamanya, maka sebagaimana bahwa bacaannya ketika sudah hatam akan menariknya untuk memulai dari awal dan ini tidak ada putusnya, maka seperti itulah bacaan dan naiknya derajat pada tingkatan-tingkatan yang tidak ada batasnya, dan bacaan ini bagi mereka bagaikan tasbih bagi malaikat, kenikmatan mereka tidak akan menyibukkannya bahwa ini lebih agung.

قال بعض العلماء : إن من عمل بالقرآن فكأنه يقرؤه دائما وإن لم يقرأه ، ومن لم يعمل بالقرآن فكأنه لم يقرأه وإن قرأه دائما ، وقد قال الله تعالى كتاب أنزلناه إليك مبارك ليدبروا آياته وليتذكر أولو الألباب فمجرد التلاوة والحفظ لا يعتبر اعتبارا يترتب عليه المراتب العلية في الجنة العالية .

Sebagian ulama' berkata : Sesungguhnya orang yang mengamalkan al qur'an maka seolah-olah dia selalu membacanya walaupun tidak membaca, dan barang siapa tidak mengamalkan alqur'an maka seolah-olah dia tidak membacanya walaupun dia terus menerus membacanya.Allah ta'ala telah berfirman dalam kitabnya :“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran”. (QS. Shaad: 29), maka hanya membaca dan hafalan saja tidak dihitung dengan hitungan derajat 2 yang tinggi di syurga yang tinggi. Wallohu a'lam bis showab

baca juga => HADITS TENTANG TIYAROH

HADITS TENTANG TIYAROH


Dari abdulloh bin umar berkata :Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :

: " من ردته الطِيَرة من حاجة فقد أشرك" قالوا يا رسول الله ما كفارة ذلك ؟قال : " أن يقول أحدهم : اللهم لا خير إلا خيرك ولا طير إلا طيرك ولا إله غيرك"

“Barangsiapa yang thiyarah mengurungkan dia dari hajatnya maka ia telah berbuat syirik”, Para shahabat bertanya, “wahai Rasululloh, Lalu apa kaffarahnya?”,  Rasululloh menjawab, ”Hendaknya ia berdoa :

اَللَّهُمَّ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ، وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا غَيْرُكَ

“Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari-Mu, dan tiada kesialan kecuali kesialan dari-Mu, dan tiada sesembahan kecuali Engkau.” (HR Ahmad dan At Tabrani).
- kitab syarah nawawi ala muslim :

و ( التطير ) التشاؤم ، وأصله الشيء المكروه من قول أو فعل أو مرئي ، وكانوا يتطيرون بالسوانح والبوارح ، فينفرون الظباء والطيور ، فإن أخذت ذات اليمين تبركوا به ، ومضوا في سفرهم وحوائجهم ، وإن أخذت ذات الشمال رجعوا عن سفرهم وحاجتهم ، وتشاءموا بها ، فكانت تصدهم في كثير من الأوقات عن مصالحهم ، فنفى الشرع ذلك وأبطله ، ونهى عنه ، وأخبر أنه ليس له تأثير بنفع ولا ضر ، فهذا معنى قوله صلى الله عليه وسلم ( لا طيرة ) وفي حديث آخر ( الطيرة شرك ) أي اعتقاد أنها تنفع أو تضر ؛ إذ عملوا بمقتضاها معتقدين تأثيرها ، فهو شرك لأنهم جعلوا لها أثرا في الفعل والإيجاد .

Tathoyyur adalah menganggap buruk, asalnya adalah sesuatu yang dibenci baik ucapan, pekerjaan maupun yang dilihat, orang-orang jahiliyah dulu bertathoyyur dengan menggunakan burung, mereka melepaskan burung sebelum berpergian. Jika burungnya terbang kearah kanan maka mereka mengambil berkahnya dan pergi memenuhi yang mereka butuhkan. Jika burungnya terbang kearah kiri maka mereka tidak jadi pergi dan tidak memenuhi hajatnya dan mereka menganggap ini suatu kesialan, maka hal ini menghalangi dalam kebanyakan waktu mereka dari kebaikan, jadi syare'at menafikan kesialan ini dan membatalkannya serta melaranganya.

Syare'at memberitahukan bahwa kesialan itu tidak memberikan pengaruh sama sekali baik manfaat maupun madhorot, inilah makna sabda nabi shollallohu alaihi wasallam "tiada kesialan", dalam hadis lainnya "tiyaroh adalah syirik" maksudnya jika meyakini bahwa tiyaroh bisa memberikan manfaat atau madhorot.. Jika beramal berdasarkan tiyaroh dan meyakini bahwa tiyaroh bisa memberikan pengaruh maka dia telah syirik karena menjadikan tiyaroh mempunyai pengaruh dalam pekerjaan dan penciptaan.

Rasulullah SAW bersabda” Tathayyur hanyalah apa yang menjadikanmu mengurungkan niatmu” (HR. Ahmad)

”Barangsiapa yang mengurungkan hajatnya karena tathayyur, maka ia telah berbuat kemusyrikan. Mereka berkata, hendaknya orang itu berkata: Ya Allah tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu, tidak ada kesialan kecuali kesilan dari Engkau, dan Tidak ada Tuhan selain Engkau ” (HR. Ahmad).

Imam Ibnu Katsir katsir ketika menfasirkan Surat 12 ayat 106, mencamtumkan hadis tentang Syriknya Tathayyur sbb:

{س12ش106 وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُم بِاللَّهِ إِڑ وَهُم مُّشْرِكُونَ } وفي الحديث «من حلف بغير الله فقد أشرك» رواه الترمذي وحسنه من رواية ابن عمر، وفي الحديث الذي رواه أحمد وأبو داود وغيره عن ابن سعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إن الرقى والتمائم والتولة شرك»، وفي لفظ لهما «الطيرة شرك وما منا إلا ولكن الله يذهبه بالتوكل» ورواه الإمام أحمد تفسير ابن كثير

Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain) (QS. Yusuf/12:106)

حدثنا عبد الله حدَّثني أبي ثنا عبد الرحمن عن سفيان ، عن سلمة ، عن عيسى بن عاصم ، عن زر بن حبيش ، عن عبد الله قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « الطيرة شرك ، الطيرة شرك ، ولكن الله عز وجل يُذهبه بالتوكل » . مسند الإمام أحمد

Rasulullah SAW bersabda: “Tathayyur adalah syirik Tathayyur adalah syirik, akan tetapi Allah menghilangkannya dengan tawakkal” (HR Ahmad, Abu Daud

أخبرنا الفضلُ بنُ الحُباب ، قال: حَدَّثنا محمدُ بنُ كثير العبديُّ ، قال: أخبرنا سفيانُ الثوري ، عن سَلَمَة بنِ كُهيلٍ ، عن عيسى بنِ عاصم الأسديِّ ، عن زِرِّ بنِ حُبَيْشٍ عن ابنِ مسعودٍ ، قال: قَالَ رسولُ الله : «الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، ومَا مِنَّا إلا ، ولٰكِنْ يُذْهِبُه اللَّهُ بالتَّوَكُّلِ». (3:51) صحيح ابن حبان
وعن عبد الله بن مسعود ، عن رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال: «الطيرةُ شرك» قاله ثلاثاً، وما منا إِلا؛ ولكن اللَّهُ يذهِبَهُ بالتوكُّل» . رواه أبو داود، والترمذي، وقال: سمعت محمَّد بن إِسماعيل يقول: كان سليمان بن حرب يقول في هذا الحديث: «وما منا إِلا، ولكنَّ الله يذهبه بالتوكُّل»: هذا عندي قول ابن مسعود. مشكاة المصابيح
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَن رَسُولَ اللَّهِ قالَ: «الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إلاَّ وَلَكِنَّ اللَّه يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكلِ». رواه أبو داود، واللفظ له والترمذي وابن حبان في صحيحه، وقال الترمذي: حديث حسن صحيح الترغيب والترهيب

Rasulullah SAW bersabda: “Tathayyur adalah syirik 3x, akan tetapi Allah menghilangkannya dengan tawakkal” (HR. Abu Dawud, , shoheh Ibnu Hibban, Lafdnya Tirmidzi dan menshohehkannya, dalam kitab Tarqib wat tarhib)

حدّثنا محمدُ بن الحَكم حدثنا النَّضرُ أخبرَنا إسرائيلُ اخبرَنا أبو حَصِين عن أبي صالح عن أبي هريرةَ رضي الله عنه عن «النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا عدوَى ولا طيرَةَ ولا هامة ولا صَفَر». صحيح البخاري

Rasulullah SAW bersabda ”Tidak ada ’adwa, tidak ada tathayyur, tidak ada hamah dan tidak ada shafar” (HR. Bukhari, Muslim).
Dalam kitab Tauhid Fathul Majid, dari riwayat Abu Dawud bahwa “Sesunguhnya Orang jahiliyah menganggap bulan Shafar sebagai bulan sial, maka Nabi SAW menyangkalnya”.Menganggap sial bualan Shafar adalah termasuk jenis tathayyur yang dilarang, begitu pula menganggap sial suatu hari seperti hari Rabu, dan anggapan orang-orang jahiliyah terhadap bulan Syawal sebagai bulan sial secara khusus dalan nikah.

حدّثنا عبد الله ، حدَّثني أبي ، ثنا حسن ، ثنا ابن لهيعة ، أنا ابن هبيرة ، عن أبي عبد الرحمن الحبلي ، عن عبد الله بن عمرو قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «من ردته الطيرة من حاجة فقد أشرك، قالوا: يا رسول الله، ما كفارة ذلك؟ قال: أن يقول أحدهم، اللهم لا خير إلا خيرك، ولا طير إلا طيرك، ولا إله غيرك».مسند الإمام أحمد

Barangsiapa yang mengurungkan hajatnya karena tathayyur, maka ia telah berbuat kemusyrikan. Mereka berkata, hendaknya orang itu berkata: Ya Allah tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu, tidak ada kesialan kecuali kesilan dari Engkau, dan Tidak ada Tuhan selain Engkau (HR. Ahmad).

عن عبد الله بن عمرو قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : «مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ» قالوا: يا رسول الله، فما كفارة ذلك؟ قال: «يَقُوْلُ أَحَدُهُمْ اللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ، ولا طَيْرَ إلا طَيْرُكَ، ولا إله غَيْرُكَ». رواه أحمد والطبراني، وفيه: ابن لهيعة، وحديثه حسن، وفيه ضعف، وبقية رجاله ثقات مجمع الزوائد

Barangsiapa yang mengurungkan hajatnya karena tathayyur, maka ia telah berbuat kemusyrikan. Mereka berkata, hendaknya orang itu berkata: Ya Allah tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu, tidak ada kesialan kecuali kesilan dari Engkau, dan Tidak ada Tuhan selain Engkau (HR. Ahmad). Wallohu a'lam bis showab.