Sunday, May 13, 2018

ETIKA CARA MENYAMPAIKAN HADITS DHO'IF


PERTANYAAN :
Adakah keterangan tentang ketidakbolehannya seorang mengatakan "Rasulullah bersabda” pada hadits dha’if ?

JAWABAN :
Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarh muhadzab mengatakan :

ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀُ ﺍﻟْﻤُﺤَﻘِّﻘُﻮﻥَ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳﺚِ ﻭَﻏَﻴْﺮِﻫِﻢْ ﺇﺫَﺍ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳﺚُ ﺿَﻌِﻴﻔًﺎ ﻟَﺎ ﻳُﻘَﺎﻝُ ﻓِﻴﻪِ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﻭْ ﻓَﻌَﻞَ ﺃَﻭْ ﺃَﻣَﺮَ ﺃَﻭْ ﻧَﻬَﻰ ﺃَﻭْ ﺣَﻜَﻢَ ﻭَﻣَﺎ ﺃَﺷْﺒَﻪَ ﺫَﻟِﻚَ ﻣِﻦْ ﺻِﻴَﻎِ ﺍﻟْﺠَﺰْﻡِ: ﻭَﻛَﺬَﺍ ﻟَﺎ ﻳُﻘَﺎﻝُ ﻓِﻴﻪِ ﺭَﻭَﻯ ﺃَﺑُﻮ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﺃَﻭْ ﻗَﺎﻝَ ﺃَﻭْ ﺫَﻛَﺮَ ﺃَﻭْ ﺃَﺧْﺒَﺮَ ﺃَﻭْ ﺣَﺪَّﺙَ ﺃَﻭْ ﻧَﻘَﻞَ ﺃَﻭْ ﺃَﻓْﺘَﻰ ﻭَﻣَﺎ ﺃَﺷْﺒَﻬَﻪُ : ﻭَﻛَﺬَﺍ ﻟَﺎ ﻳُﻘَﺎﻝُ ﺫَﻟِﻚَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺘَّﺎﺑِﻌِﻴﻦَ ﻭَﻣَﻦْ ﺑَﻌْﺪَﻫُﻢْ ﻓِﻴﻤَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺿَﻌِﻴﻔًﺎ ﻓَﻠَﺎ ﻳُﻘَﺎﻝُ ﻓﻲ ﺷﺊ ﻣِﻦْ ﺫَﻟِﻚَ ﺑِﺼِﻴﻐَﺔِ ﺍﻟْﺠَﺰْﻡِ: ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻳُﻘَﺎﻝُ ﻓِﻲ ﻫَﺬَﺍ ﻛُﻠِّﻪِ ﺭُﻭِﻱَ ﻋَﻨْﻪُ ﺃَﻭْ ﻧُﻘِﻞَ ﻋَﻨْﻪُ ﺃَﻭْ ﺣُﻜِﻲَ ﻋَﻨْﻪُ ﺃَﻭْ ﺟَﺎﺀَ ﻋَﻨْﻪُ ﺃَﻭْ ﺑَﻠَﻐَﻨَﺎ ﻋَﻨْﻪُ ﺃَﻭْ ﻳُﻘَﺎﻝُ ﺃَﻭْ ﻳُﺬْﻛَﺮُ ﺃَﻭْ ﻳُﺤْﻜَﻰ ﺃَﻭْ ﻳُﺮْﻭَﻯ ﺃَﻭْ ﻳُﺮْﻓَﻊُ ﺃَﻭْ ﻳُﻌْﺰَﻯ ﻭَﻣَﺎ ﺃَﺷْﺒَﻪَ ﺫَﻟِﻚَ ﻣِﻦْ ﺻِﻴَﻎِ ﺍﻟﺘَّﻤْﺮِﻳﺾِ ﻭَﻟَﻴْﺴَﺖْ ﻣِﻦْ ﺻِﻴَﻎِ ﺍﻟْﺠَﺰْﻡِ: ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻓَﺼِﻴَﻎُ ﺍﻟْﺠَﺰْﻡِ ﻣَﻮْﺿُﻮﻋَﺔٌ ﻟِﻠﺼَّﺤِﻴﺢِ ﺃَﻭْ ﺍﻟْﺤَﺴَﻦِ ﻭَﺻِﻴَﻎُ ﺍﻟﺘَّﻤْﺮِﻳﺾِ ﻟِﻤَﺎ ﺳِﻮَﺍﻫُﻤَﺎ. ﻭَﺫَﻟِﻚَ ﺃَﻥَّ ﺻِﻴﻐَﺔَ ﺍﻟْﺠَﺰْﻡِ ﺗَﻘْﺘَﻀِﻲ ﺻِﺤَّﺘَﻪُ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﻤُﻀَﺎﻑِ ﺇﻟَﻴْﻪِ ﻓَﻠَﺎ ﻳَﻨْﺒَﻐِﻲ ﺃَﻥْ ﻳُﻄْﻠَﻖَ ﺇﻟَّﺎ ﻓِﻴﻤَﺎ ﺻَﺢَّ ﻭَﺇِﻟَّﺎ ﻓَﻴَﻜُﻮﻥُ ﺍﻟْﺈِﻧْﺴَﺎﻥُ ﻓِﻲ ﻣَﻌْﻨَﻰ ﺍﻟْﻜَﺎﺫِﺏِ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﺄَﺩَﺏُ ﺃَﺧَﻞَّ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﻤُﺼَﻨِّﻒُ ﻭَﺟَﻤَﺎﻫِﻴﺮُ ﺍﻟْﻔُﻘَﻬَﺎﺀِ ﻣِﻦْ ﺃَﺻْﺤَﺎﺑِﻨَﺎ ﻭَﻏَﻴْﺮِﻫِﻢْ ﺑَﻞْ ﺟَﻤَﺎﻫِﻴﺮُ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏِ ﺍﻟْﻌُﻠُﻮﻡِ ﻣُﻄْﻠَﻘًﺎ ﻣَﺎ ﻋَﺪَﺍ ﺣُﺬَّﺍﻕَ ﺍﻟْﻤُﺤَﺪِّﺛِﻴﻦَ ﻭَﺫَﻟِﻚَ ﺗَﺴَﺎﻫُﻞٌ ﻗَﺒِﻴﺢٌ ﻓَﺈِﻧَّﻬُﻢْ ﻳَﻘُﻮﻟُﻮﻥَ ﻛَﺜِﻴﺮًﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼَّﺤِﻴﺢِ ﺭُﻭِﻱَ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟﻀَّﻌِﻴﻒِ ﻗَﺎﻝَ ﻭَﺭَﻭَﻯ ﻓﻼﻥ ﻭﻫﺬﺍ ﺣﻴﺪ ﻋﻦ ﺍﻟﺼﻮﺍﺏ


Artinya: Ulama ahli tahqiq dari ahli hadits dan lainnya mengatakan, apabila hadits itu dha’if, maka jangan dikatakan “Rasulullah SAW bersabda, memperbuat, memerintah, melarang, menetapkan hukum” dan ucapan-ucapan lain yang bermakna pasti (jazam). Demikian juga tidak dikatakan Abu Hurairah telah meriwayat, mengatakan, menyebut, mengabarkan, menghadits, mengutip, berfatwa dan lainnya. Demikian juga tidak dikatakan hal itu pada Tabi’in dan orang-orang sesudah mereka pada berita-berita dha’if. Jadi, tidak dikatakan hal itu dengan lafazh pasti. Tetapi dikatakan pada semua ini, “diriwayatkan darinya, dikutip darinya, dihikayah darinya, datang darinya, dikatakan, disebutkan, dihikayahkan, diriwayatkan, disampaikan darinya, dinisbahkan”, dan lain-lain dari lafazh-lafaz mengandung makna cacat yang bukan lafazh pasti.

Ahli tahqiq dari ahli hadits mengatakan, lafazh pasti diposisikan untuk hadits shahih atau hasan, sedangkan lafazh cacat diperuntukan bagi selain keduanya. Hal ini karena lafazh pasti mengindikasikan sah hadits tersebut datang dari orang sandaran hadits itu, maka tidak sepatutnya disebut suatu hadits secara mutlaq kecuali hadits itu dalam keadaan shahih. Jika tidak, maka manusia itu sama dengan berbuat dusta atasnya. Ini merupakan adab yang telah dicederai oleh pengarang, kebanyakan fuqaha ashab kita dan lainnya, bahkan kebanyakan ahli-ahli ilmu secara mutlaq selain ahli- ahli hadits yang tajan pemikirannya. Ini merupakan kelalaian yang keji, mereka banyak mengatakan pada hadits sahih, “diriwayatkan darinya”, sedangkan pada hadits dha’if, mereka katakan, “telah meriwayat oleh sipulan” . Ini menyimpang dari kebenaran. Allahu a'lam bishawab.

Hadits dhoif yang tanpa sanad, dalam penyebutannya maka tidak dikatakan : "Rosululoh telah bersabda...",
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم

Akan tetapi dikatakan :
1. Diriwayatkan bahwa ...
2. Telah sampai padaku ...
3. Dinukil darinya ...
Dan yang sejenis kalimat kalimat di atas yang merupakan sighot tamrid atau bermasalah. Adapun hadits shohih maka dengan kata kata yang pasti seperti "Qola Rasulullah ...". Dan jelek jika menggunakan sighot bermasalah.

المنهل اللطيف ص ٦٨

الحديث الضعيف الذي بغير إسناد لا يقال فيه قال رسول الله صلى الله عليه و سلم و إنما يقال روي عنه كذا أو بلغنا عنه كذا أو ورد عنه كذا أو جاء عنه كذا أو نقل عنه كذا و ما أشبه ذلك من صيغ التمريض أما الصحيح فبصيغة الجزم و يقبح فيه صيغة التمريض و الله أعلم
baca juga => maksud hadits jika boleh bersujud kepada sesama manusia maka seorang istri akan diperintahkan sujud kepada suaminya

No comments:

Post a Comment