حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ حُصَيْنٍ عَنْ وَاقِدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ - يَعْنِى ابْنَ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ - عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ ».
Artinya : Menceritakan kepada kami musaddad, menceritakan kepada kami abdul wahid bin ziyad, menceritakan kepada kami Muhammad bin ishaq, dari daud bin hushain, dari waqid bin Abdirrahman (yakni bin sa’di bin mu’ad), dari jabir bin abdillah, ia berkata, Rasulullah saw bersabda :”(HR. Abu Daud Juz 2 Halaman 190 No. 2984)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ ابْنِ وَثِيمَةَ النَّصْرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
Artinya : Qutaibah menceritakan kepada kami, Abdul Hamid bin Sulaiman memberitahukan kepada kami dari Ibnu Ajlan, dari Ibnu Watsimah An-Nashri, dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Apabila ada orang yang agama dan budi pekertinya baik meminang (anak-anak perempuan dan kerabat) kalian, maka kawinkanlah dia. Jika kalian tidak melaksanakannya, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan'." (HR. Tirmidzi No. 1084)
قال وفي الباب عن أبي حاتم و المزني و عائشة قال أبو عيسى حديث أبي هريرة قد خولف عبد الحميد بن سليمان في هذا الحديث ورواه الليث بن سعد عن ابن عجلان عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم مرسلا قال أبو عيسى قال محمد وحديث الليث أشبه ولم يعد حديث عبد الحميد محفوظا حسن
Artinya : Ia berkata, "Di dalam bab ini ada hadits yang diriwayatkan dari Abu Hatim Al Muzani, dari Aisyah." Abu Isa berkata, "Abdul Hamid bin Sulaiman diperselisihkan dalam hadits Abu Hurairah ini." Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Laits bin Sa'd dari Ibnu Ajlan, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW secara mursal. Abu Isa berkata, "Muhammad berkata, 'Hadits Al-Laits lebih menyerupai'." Sedangkan hadits Abdul Hamid tidak akurat. Hadits ini hasan. (Lihat Kitab sunan Tirmidzi Juz 3 Halaman 394)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو السَّوَّاقُ الْبَلْخِيُّ حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَعِيلَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُسْلِمِ بْنِ هُرْمُزَ عَنْ مُحَمَّدٍ وَسَعِيدٍ ابْنَيْ عُبَيْدٍ عَنْ أَبِي حَاتِمٍ الْمُزَنِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنْ كَانَ فِيهِ قَالَ إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
Artinya : Muhammad bin Amr As-Sawwaq Al Balkhi menceritakan kepada kami, Hatim bin Ismail memberitahukan kepada kami dari Abdullah bin Muslim bin Hurmuz, dari Muhammad dan Sa'id -keduanya anak Ubaid- dari Abu Hatim Al Muzani, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Apabila datang kepadamu orang yang agama dan budi pekertinya baik, maka nikahkanlah dia (dengan anak-anak perempuan kalian). Jika kalian tidak melaksanakannya, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi'. Mereka (para sahabat) bertanya, 'Wahai Rasulullah SAW, meskipun mereka tidak kaya?' Rasulullah SAW bersabda, 'Apabila datang kepada kamu (melamar) orang yang baik agama dan budi pekertinya, maka nikahkanlah dia'. Nabi SAW mengatakannya sampai tiga kali. (HR. Tirmidzi No. 1085)
قال أبو عيسى هذا حديث حسن غريب و أبو حاتم المزني له صحبة ولا نعرف له عن النبي صلى الله عليه و سلم غير هذا الحديث حسن لغيره
Artinya : Abu ‘isa berkata Hadits ini hasan gharib. Abu Hatim Al Muzani mempunyai hubungan persahabatan dengannya. Aku tidak mengetahui haditsnya dari Nabi SAW kecuali hadits ini. (Lihat Kitab Sunan Tirmidzi Juz 3 Halaman 395)
> Umam Zein
Musthalah Hadits telah mengalami spesifikasi, untuk menelaah para rawi hadits maka terjunlah ke genre al-Jarh wa at-Ta’dil. Bila mencari kitab cetak maka -sebagaimana anjuran Abuya al-Maliki- bacalah kitab ‘al-Jarh wa at-Ta’dil’ karya Abu Hasan Ahmad ibn Abdullah al-‘Ijli, atau ‘al-Jarh wa at-Ta’dil’ karya Abu Muhammad Abdurrahman Ibnu Abi Hatim ar-Razi, ataupun ‘al-Kamil’ karya Ibnu ‘Adi. Sedangkan bila yang anda sanding adalah kitab elektronik (shamela) maka telusurilah sub ar-Rijal wa at-Tarajim wa ath-Thabaqat, yakni pada ‘Tahdzib at-Tahdzib’ serta ‘Taqrib at-Tahdzib’ karya Ibnu Hajar al-‘Asqalani atau ‘Tahdzib al-Kamal’ karya Abul Hujjaj al-Mazi.Sedangkan mengenai kajian hadits yang ditanyakan berikut akan disampaikan makna murod dan ta’birnya saja. Sedangkan makna terjemahnya tidak memungkinkan untuk disertakan karena sangat panjangnya.
Hadits perihal lamaran tersebut diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim, Ibnu ‘Adi, Thabrani, Ibnu Mardawaih, Ibnu Qani’ dan Baehaqi. At-Tirmidzi meriwayatkannya lewat dua jalur. Hadits pertama lewat jalur Abu Hurairah. Hadits kedua lewat jalur Abu Hatim al-Muzani. Hadits kedua inilah yang akan diambil sebagai sampel kajian.
Kajian Dirayah
Sanad hadits Tirmidzi tersebut yakni: Telah meriwayatkan kepada kami Muhammad ibn ‘Amr as-Sawwaq al-Balkhi, telah menceritakan kepada kami Hatim ibn Ismail, dari Abdullah ibn Muslim ibn Hurmuz, dari Muhammad dan Said -keduanya putra dari Ubaid-, dari Abu Hatim al-Muzani berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda.
- Muhammad ibn Amr as-Sawwaq al-Balkhi adalah rawi yang memiliki beberapa gelar. Nama lengkapnya yaitu Abu Abdillah Muhammad ibn Amr as-Sawaq. Sedangkan Abu Nashr al-Kalabadzi, ditetapkan oleh Ibnu Abi Hatim, menyebutnya dengan as-Sawiqi. Penduduk Irak mengenalnya sebagai Muhammad ibn Abdi Rabbihi. Sedangkan Imam Bukhari menjadikannya rawi dalam kitab Tarikh Saghir dengan nama Abu Ghassan Zunaij. Abu Zur’ah berkata: Dia adalah seorang syaikh yang shalih. Wafat tahun 236 Hijriah.
- Hatim ibn Ismail adalah rawi yang diunggulkan oleh banyak ulama ahli hadits. Merupakan hamba sahaya dari Bani Harits ibn Ka’b. Berasal dari Kufah sebelum akhirnya menetap di Madinah dan wafat disana pada era Sultan Harun ar-Rasyid, tahun 186 H menurut Muhammad ibn Sa’d, atau tahun 187 H menurut Imam Bukhari dan Ibnu Hibban. Ahmad ibn Hanbal berkata: Hatim ibn Ismail lebih kusukai daripada ad-Darawardi. Sementara Abu Hatim mengatakan: Dia lebih kusukai daripada Sa’id ibn Salim. An-Nasai berkomentar: tidak ada masalah dengannya. Sementara Muhammad ibn Sa’d menilai: tsiqah, terjaga, dan banyak hafalan haditsnya.
- Abdullah ibn Muslim ibn Hurmuz adalah rawi yang diperselisihkan. Satu pendapat mengatakan Abdullah ibn Muslim ibn Hurmuz, pendapat lainnya lagi yang dipegangi oleh Ibnu Asakir dan Ibnu Sakan adalah Abdullah ibn Hurmuz. Sebagai akibatnya hadits riwayat Tirmidzi sendiri memiliki dua versi isnad dari perawi ini. Nisbatnya adalah ibnu Hurmuz al-Fadaki. Ibnu Hibban memasukkannya sebagai golongan tsiqah. Sementara Ibnu Hajar al-‘Asqalani menilainya sebagai: dhaif dari generasi keenam. Yakni perawi yang tidak tsiqah dan disifati dhaif, serta berasal dari kurun tabi’it tabi’in yang pernah bertemu dengan generasi kelima.
- Muhammad ibn Ubaid dan Said ibn Ubaid adalah dua bersaudara putra Ubaid. Ibnu Hajar al-‘Asqalani mengomentari mereka berdua sebagai: majhul dari generasi ketujuh. Yakni perawi yang tidak tsiqah dan hanya diambil riwayatnya oleh satu orang saja, serta berasal dari kurun tabi’it tabi’in.
- Abu Hatim al-Muzani adalah rawi yang diperselisihkan. At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Ibnu Sakan mendudukkannya sebagai shahabat (lahu shuhbah) dari Madinah, dimana hanya satu hadits ini yang pernah diketahui diriwayatkan dari Abu Hatim. Abu Dawud menempatkan Abu Hatim sebagai tabi’in dengan meriwayatkan hadits serupa secara mursal dari Abu Hatim. Di sisi lain Ibnu Abi Hatim ar-Razi mengutip pendapat Abu Zur’ah bahwa Abu Hatim al-Muzani bukanlah termasuk shahabat. Sedangkan Ibnu Qani’ berpraduga bahwa Abu Hatim adalah sosok lain dari ‘Aqil ibn Muqarrin, namun pendapat Ibnu Qani’ ini tidak disepakati oleh Ibnu Hajar al-‘Asqalani.Secara umum sanad hadist Tirmidzi dari jalur Abu Hatim al-Muzani ini banyak yang bermasalah. Namun demikian statusnya hasan gharib sebagaimana penuturan at-Tirmidzi. Yakni tambahan matan hadits demikian hanya ditemui dari sanad jalur periwayatan Abu Hatim sehingga gharib, tapi statusnya naik menjadi hasan karena adanya hadits Tirmidzi yang lainnya dari jalur Abu Hurairah. Kita mengenalnya sebagai hasan li ghairihi. Bahkan Imam Malik menjadikan hadits ini sebagai hujjah peranan faktor agama dalam kafa’ah kepada Jumhur.
Kajian Riwayah
Matan hadits Tirmidzi tersebut yakni: Apabila datang [melamar] kepada kalian orang yang kalian pandang baik agama dan budi pekertinya maka nikahkanlah dia [dengan anak-anak perempuan kalian]. Jika kalian tidak melaksanakannya, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi'. Para sahabat bertanya, 'Wahai Rasulullah, meskipun mereka tidak kaya?' Rasulullah bersabda, 'Apabila datang [melamar] kepada kalian orang yang kalian pandang baik agama dan budi pekertinya maka nikahkanlah dia'. Nabi mengatakannya sampai tiga kali.Hadits tersebut secara umum merupakan salah satu dalil peranan faktor agama sebagai kriteria kafa’ah dalam pernikahan.
Al-Mubarakfuri menguraikan maksud hadits Tirmizi ini secara memadai dalam Tuhfatul Ahwadzi. Dituturkan olehnya bahwa para wali tatkala dimintai izin lamaran oleh laki-laki yang sudah terpenuhi nilai keagamaannya maka hendaklah untuk menikahkannya saja. Bila tidak demikian dan malah lebih mencari sosok menantu laki-laki yang sukses dari segi kekayaan atau kedudukan niscaya akan berakibat timbul banyak fitnah dan kekacauan. Sebab nantinya [karena terlalu jual mahal] banyak muda-mudi pria atau wanita yang tidak kunjung menikah dan terjerumus pada fitnah seks bebas (zina). Selain itu para orang tua pun terbebani secara mental dan berimbas pada fitnah dan kekacauan yang lain, terancamnya kelangsungan keturunan, serta semakin langkanya sifat shalih dan iffah (wira’i). Demikian penuturan al-Mubarakfuri.
Bisa dipahami bahwa hadits tersebut berkenaan dengan tuntunan untuk tidak menempatkan harta dan kedudukan lebih unggul daripada kualitas agama dalam proses pemilihan calon menantu. Bila sudah menemukan calon menantu yang memiliki bekal keagamaan baik maka hendaknya segera dinikahkan saja. Adapun bila mendapati banyak calon menantu yang shalih maka itu lain persoalan. Fungsi dan pengalaman orang tua sebagai wali memegang peranannya disini dalam menjatuhkan pilihannya pada menantu yang terbaik.Perintah untuk menikahkan dalam hadits Tirmidzi tersebut apakah sunah atau wajib? Hal tersebut bertalian erat dengan hukum menikah dan hukum kafa’ah itu sendiri. Hukum asal menikah bagi orang yang mampu dan butuh menikah adalah sunah. Sayyid Muhammad az-Zabidi menyebutnya dengan ‘sangat disunahkan’ bila situasinya sebagaimana hadits Tirmidzi tersebut. Wallahu subhanahu wata’ala a’lam.
baca juga => HADITS SUNNAHNYA MEMINUM AIR SISA BEKAS BERWUDHU
No comments:
Post a Comment